Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto. Foto: Dok istimewa
Eko Nordiansyah • 26 August 2025 14:18
Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan keputusan pemerintah terkait penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) merupakan langkah yang tepat. Saat ini produksi benang Polyester Oriented Yarn (POY) dan Draw Textured Yarn (DTY) masih jauh di bawah kebutuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.
Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto mengatakan, saat ini impor tetap diperlukan agar industri TPT dapat berjalan dengan lancar. Menurut dia, kebijakan impor di Kemenperin dan Kemendag saat ini adalah kebijakan yang tetap memberikan harmonisasi tata niaga industri TPT nasional.
“Kalau industri hulu yang sebagian masih bergantung pada impor justru ingin membatasi pasokan bagi industri hilir. Pada akhirnya, kebijakan pemerintah terkait tidak diteruskannya BMAD atas POY dan DTY saat ini paling adil dan seimbang,” tegas Anne dalam keterangannya, Selasa, 26 Agustus 2025.
Baca juga:
Pemerintah Diminta Jaga Pertumbuhan Industri Tekstil yang Positif |
Sebelum kebijakan BMAD diusulkan, Apindo telah menerima masukan dari 101 perusahaan tekstil yang membutuhkan bahan baku POY dan DTY. Ke-101 perusahaan TPT tersebut menolak BMAD yang diajukan karena kebutuhan industri tekstil turunan jauh lebih besar dibandingkan kapasitas produksi dalam negeri.
Apindo juga mengundang Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) membahas masalah ini. Hasilnya, diketahui permintaan nasional terhadap POY mencapai sekitar 10 kali lipat dari hasil produksi lokal sehingga pembatasan impor akan berdampak ke pelaku usaha.
“Jika impor dikenakan pungutan tambahan, maka harga bahan baku akan melonjak dan produk tekstil dalam negeri menjadi tidak kompetitif. Hal ini malah berpotensi memicu PHK massal di sektor padat karya,” ungkap dia.
Anne juga menyoroti sikap APSyFI yang dianggap tidak konsisten. Di satu sisi meminta perlindungan industri lokal, namun di sisi lain sebagian anggotanya masih melakukan impor bahan baku. Selain itu, menurutnya, kualitas dan spesifikasi produk POY dalam negeri juga belum sepenuhnya sesuai kebutuhan industri.
“Kalau APSyFI sendiri tidak tertib administrasi, misalnya dalam pengisian data kapasitas dan realisasi produksi ke Sistem Informasi SIINas, bagaimana pemerintah bisa membuat kebijakan yang tepat sasaran sesuai yang sudah diatur dalam Permendag 17 tahun 2025,” ujarnya.