Harga Makin Ambles, Emas Makin Tak Laku di Pasar Global

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Harga Makin Ambles, Emas Makin Tak Laku di Pasar Global

Husen Miftahudin • 29 October 2025 08:51

Chicago: Harga emas melanjutkan penurunan dari sesi sebelumnya pada perdagangan Selasa waktu setempat (Rabu WIB). Ini menandakan logam kuning tersebut sedang ditinggalkan para investor di pasar global.
 
Adapun, penurunan harga emas terjadi karena harapan meredanya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, sehingga mengurangi daya tarik memegang logam mulia sebagai aset safe haven.
 
Mengutip Yahoo Finance, Rabu, 29 Oktober 2025, harga emas berjangka turun 2,2 persen menjadi USD3.931,80 per ons. Sementara harga emas spot turun 1,7 persen menjadi USD3.915,21 per ons.
 
Presiden AS Donald Trump memberi sinyal ia mengharapkan hasil positif dari pertemuannya dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping, yang dijadwalkan berlangsung di Korea Selatan pada Kamis.
 
"Saya sangat menghormati Presiden Xi dan saya pikir kita akan mencapai kesepakatan," kata Trump kepada wartawan di Air Force One dalam perjalanan ke Jepang dari Malaysia.
 

Baca juga: Harga Emas dalam Tren Menurun, Investor Harus Apa?


(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
 

Investor lagi senang 'koleksi' saham ketimbang emas

 
Optimisme investor juga memicu reli saham teknologi pada Senin, yang membuat pasar AS mencapai titik tertinggi baru, menjelang laporan laba dari lima dari 'Magnificent 7' minggu ini.
 
Peralihan kembali ke mode risk-on di pasar telah mengurangi daya tarik emas, yang dianggap bertindak sebagai tempat berlindung yang aman di masa ketidakpastian.
 
Dalam sebuah catatan, kepala ekonom pasar Capital Economics John Higgins mengatakan ragu penurunan harga emas baru-baru ini akan berakhir. Capital Economics sekarang memperkirakan harga emas akan turun menjadi USD3.500 per ons pada akhir 2026.
 
"Capital Economics telah menyarankan minggu lalu emas mungkin berada dalam gelembung yang akan pecah dalam waktu dekat. Ini karena sangat sulit untuk membenarkan seberapa tinggi kenaikan harganya secara riil – hingga sekitar 60 persen di atas puncak sebelumnya pada 1980," tutur dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Husen Miftahudin)