Afrika Tak Mampu Capai Tujuan Iklim Tanpa Bantuan Pendanaan

KTT Perubahan Iklim COP29 berlangsung di Baku, Azerbaijan. Foto: Anadolu

Afrika Tak Mampu Capai Tujuan Iklim Tanpa Bantuan Pendanaan

Fajar Nugraha • 13 November 2024 17:48

Kigali: Para pemimpin Afrika secara tegas menyerukan kepada negara-negara kaya untuk memenuhi komitmen mereka dalam pendanaan perubahan iklim pada KTT Tindakan Iklim Pemimpin Dunia (WLCAS) di Baku, ibu kota Azerbaijan, Selasa 12 November 2024. 

Mereka menekankan bahwa meskipun Afrika telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi emisi karbon. Para pemimpin Afrika menegaskan tidak akan dapat mencapai target iklim tanpa dukungan finansial dari negara-negara maju.

“Kami tidak dapat mencapai tujuan iklim kami sendirian. Kami meminta mitra global kami untuk memenuhi komitmen mereka dalam menyediakan pendanaan dengan syarat ringan bagi pembangunan berkelanjutan di Afrika tanpa beban utang yang tidak berkelanjutan,” ujar Presiden Ghana, Nana Akufo-Addo, dikutip dari Anadolu, Rabu 13 November 2024.

Dalam pidatonya di sesi ke-29 Konferensi Para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau COP29, Akufo-Addo mengungkapkan bahwa Ghana telah menanam 50 juta pohon dan memulihkan hutan seluas 721.000 hektar sejak 2017 dengan tujuan mengurangi emisi hingga 64 juta metrik ton pada tahun 2030.

Ia menambahkan bahwa untuk mencapai target tersebut, diperlukan investasi sebesar USD10-15 miliar. Meski menghadapi tantangan finansial dan teknis, Ghana tetap berkomitmen untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris dalam sektor-sektor seperti pertanian, transportasi, kehutanan, dan energi. 

Ghana juga mendorong penggunaan kendaraan listrik dan telah berhasil mengumpulkan dana sebesar $800 juta melalui perdagangan kredit karbon dengan negara seperti Swiss dan Swedia.

Dampak Kekeringan akibat El Nino

Presiden Zimbabwe, Emmerson Mnangagwa, menekankan bahwa negaranya sangat terdampak perubahan iklim, khususnya melalui kekeringan akibat El Nino. 

“Zimbabwe merasakan dampak besar dari perubahan iklim dan kini menghadapi salah satu kekeringan terburuk yang disebabkan oleh El Nino dalam sejarah,” ujar Mnangagwa.

Mnangagwa menyampaikan bahwa kekeringan ini mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan di Zimbabwe, sehingga pemerintah mendeklarasikan bencana nasional pada bulan April lalu. 

“Sudah saatnya kita berhenti mengambil langkah setengah-setengah. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk sepenuhnya melaksanakan kesepakatan yang telah ada,” tegasnya.

Afrika menanggung beban terbesar

Presiden Togo, Faure Essozimna Gnassingbe, menyoroti pentingnya keadilan iklim dan menekankan bahwa tanggung jawab harus dibagi secara adil di antara negara-negara. 

“Afrika membayar harga terberat dari perubahan iklim, kontribusi emisi kita kecil, namun dampaknya sangat besar pada ketahanan pangan dan ekosistem kita,” ujar Gnassingbe.

Menurutnya, kebutuhan akan keadilan iklim ini sangat mendesak dan tak bisa diabaikan lagi. 

“Sebagai pemimpin, kita harus bergerak dari sekadar janji menjadi tindakan nyata,” tambahnya.

Presiden Guinea-Bissau, Umaro Sissoco Embalo, menekankan bahwa COP29 diadakan di tengah krisis iklim global yang memerlukan tindakan segera dan koordinasi. 

“Kita harus memiliki kemauan politik untuk bertanggung jawab dan bersama-sama menghadapi tantangan saat ini dengan semangat kerja sama dan solidaritas,” tandas Embalo.

Ia menekankan pentingnya pendanaan iklim yang adil dan mudah diakses bagi negara-negara berkembang sebagai prioritas utama untuk meningkatkan ketahanan dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Presiden Republik Kongo, Denis Sassou Nguesso, menyuarakan kekhawatiran tentang pendanaan iklim. 

“Tujuan baru pendanaan iklim harus didasarkan pada data ilmiah yang mempertimbangkan kebutuhan negara-negara berkembang,” ujarnya.
(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)