Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Berjalan Lambat

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Berjalan Lambat

Media Indonesia • 9 November 2023 11:40

Jakarta: Akselerasi atau percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan lambat, setidaknya dalam satu dekade terakhir. Angka pertumbuhan konsisten berada di kisaran lima persen. Sampai saat ini tak ada tanda-tanda ekonomi nasional akan meloncat ke angka yang lebih tinggi.

"Kita selalu berada di angka lima persen, sulit sekali menuju enam persen, bahkan lima tahun terakhir di bawah 5,5 persen, jadi tingkat pertumbuhannya tidak konsisten menuju angka yang lebih tinggi," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad kepada Media Indonesia, dikutip Kamis, 9 November 2023.

Pertumbuhan yang stagnan juga diikuti dengan kualitas yang kurang baik. Sebab, angka pengangguran tak berkurang signifikan mengikuti angka pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Setiap satu persen pertumbuhan ekonomi yang dialami Indonesia hanya mampu menciptakan dan menyerap 340 ribu hingga 350 ribu tenaga kerja. Padahal setiap tahunnya ada 3,5 juta hingga empat juta angkatan kerja baru yang masuk ke dalam pasar tenaga kerja.

Hal tersebut terjadi karena investasi yang masuk ke Tanah Air tak banyak menyediakan lapangan kerja. Penanaman modal yang mengalir ke Indonesia lebih banyak di sektor pertambangan yang sedikit menyerap tenaga kerja.

"Yang menjadi masalah adalah investasi yang masuk itu tidak menciptakan lapangan kerja yang besar karena masuknya di sektor pertambangan, jasa, ketimbang industri, sehingga investasi dan pertumbuhan yang tinggi tidak signifikan mengurangi pengangguran," terang Tauhid.

Minimnya lapangan pekerjaan itu menyebabkan kerawanan status penduduk. Jumlah penduduk miskin dapat bertambah dan ketimpangan berpotensi kian melebar. Tauhid mengatakan, data-data yang menunjukkan penurunan kemiskinan di Indonesia banyak didorong oleh beragam perlindungan sosial yang diberikan pemerintah.

Bantuan sosial yang diberikan pemerintah juga tak serta merta membuat masyarakat lepas dari jerat kemiskinan. Sebab, bantuan yang diberikan hanya mampu sedikit meringankan beban perekonomian masyarakat. Alhasil, masyarakat penerima bantuan sosial berada dalam posisi yang amat rentan untuk jatuh ke dalam garis kemiskinan.

"Penurunan kemiskinan itu banyak dikeroyok oleh bantuan sosial yang diberikan pemerintah, besar sekali sampai Rp400 triliun, sehingga banyak yang tertolong walaupun masih rentan karena begitu inflasi tinggi, dia bisa mudah sekali masuk ke dalam garis kemiskinan," terang Tauhid.

Karenanya, menurut dia, Indonesia perlu mengubah desain akselerasi perekonomian. Orientasi harus diarahkan pada sektor yang mampu tumbuh cepat dan berkontribusi besar pada tingkat pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Meski Melambat, Pertumbuhan Ekonomi RI Diklaim Masih Kuat
 

Pertumbuhan ekonomi belum berhasil selesaikan pengangguran


Senada dengan Tauhid, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Mohammad Faisal mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir tampak terhenti di kisaran lima persen.

Meski disebut relatif baik, secara umum kinerja perekonomian itu bahkan belum jauh lebih apik dibanding sebelum pandemi covid-19 melanda.

"Upaya untuk akselerasi pernah dicanangkan oleh Pak Jokowi sejak 10 tahun lalu, targetnya minimal tujuh persen, dan itu belum pernah tercapai sampai sekarang. Itu berarti akselerasi pertumbuhan ekonomi memang masih lambat walaupun sudah ada pembangunan infrastruktur, sudah ada yang katanya transformasi digital, ada hilirisasi dan lainnya. Jadi memang kualitas pertumbuhan ini masih banyak yang harus digenjot," kata Faisal.

Pernyataan dua ekonom tersebut sejalan dengan misi bakal calon presiden Anies Rasyid Baswedan yang menginginkan pertumbuhan ekonomi berkualitas dan dapat menciptakan kemakmuran bagi masyarakat.

Anies menuturkan, angka pertumbuhan ekonomi tinggi tak serta merta perekonomian Indonesia telah berkualitas. "Pertumbuhan ekonomi kita belum berhasil menyelesaikan pengangguran, tetapi (juga) ketimpangan yang ada ini menjadi PR yang sesungguhnya," kata dia.

Anies menambahkan, penarikan investasi secara masif juga tak serta merta memperbaiki status masyarakat dan membuka lapangan kerja secara luas. Kondisi tersebut justru terjadi di sejumlah daerah yang dijadikan kawasan industri maupun investasi.

"Masyarakat di banyak tempat hanya menjadi penonton, tidak merasakan pertumbuhan ekonomi yang ada di kawasan itu. Dan kalau kita lihat lebih jauh, investasinya meningkat, tetapi penyerapan tenaga kerjanya justru menurun," terang dia.

"Dari 2013 sampai 2022, kalau kita perhatikan, investasi meningkat di 2013 dari Rp399 triliun menjadi Rp1.200 di 2022, tetapi penyerapan tenaga kerja signifikan menurun," sambung Anies.

Menyoal ketimpangan, Anies mengatakan, hal itu dapat dilihat dari timpangnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah barat dan timur Indonesia selama 10 tahun terakhir. IPM Sumatra dan Jawa pada 2013 sebesar 69,83 menjadi 74,19 pada 2022.

(M ILHAM RAMADHAN)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)