Studi: Bank Global Belum Serius Atasi Perubahan Iklim

Perubahan Iklum. foto: Freepik.

Studi: Bank Global Belum Serius Atasi Perubahan Iklim

Arif Wicaksono • 14 August 2024 16:30

Brussels: World Resources Institute (WRI) melaporkan studi perbankan global tidak memenuhi target untuk memotong pembiayaan kegiatan-kegiatan yang secara langsung memicu perubahan iklim.

Analisis tersebut, yang mengamati 25 bank pemberi pinjaman terbesar di dunia, menemukan bank-bank sudah berada di luar jalur untuk memenuhi target net zero.
 

baca juga: 

Studi: Hampir 50.000 Kematian di Eropa Sepanjang 2023 Terkait Suhu Panas


"Meskipun ada kemajuan, banyak bank tidak memiliki atau lemahnya target di sektor-sektor utama," kata Dua Peneliti WRI Anderson Lee dan Amanda Carter, dilansir Business Times, Rabu, 14 Agustus 2024.

Dia juga mengatakan target yang ada tidak sejalan dengan pembatasan pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius. Temuan ini muncul ketika industri keuangan semakin vokal dalam membela model bisnis yang dikatakan harus fokus pada preferensi nasabah dan perolehan keuntungan.
 
baca juga:  Suhu Panas Tewaskan Hampir 50 Ribu Warga Eropa Sepanjang 2023

Perkembangan ini telah membuat marah para aktivis iklim, yang menanggapinya dengan mencoba mengganggu Wall Street melalui protes skala besar.

"Apa yang kami temukan adalah, di sebagian besar sektor, bank rata-rata belum menyelaraskan upaya portofolio pengurangan emisi mereka ke jalur 1,5 derajat Celcius dan diperkirakan tidak akan mencapai target tersebut pada 2030," kata Lee dan Carter.

"Dengan kata lain, bank bahkan tidak berencana untuk mengurangi emisi mereka sebanyak yang diperlukan, apalagi implementasi aktual atau tindak lanjutnya," tambah mereka.

WRI, yang telah memeriksa laporan keuangan berkelanjutan sejak 2019, mengatakan contoh bank yang gagal mencapai target adalah sektor otomotif, yang emisi portofolionya dilaporkan rata-rata 28 persen lebih tinggi dari yang seharusnya pada 2022.

Hal ini juga semakin sulit untuk diperbaiki, dengan emisi portofolio yang dilaporkan ditetapkan tiga kali lipat dari standar pada 2030, menurut temuan WRI.

Studi ini juga menunjukkan sebagian besar bank yang dianalisis masih belum memasukkan hal-hal seperti keuangan korporasi atau layanan konsultasi dalam target batu bara mereka, atau menetapkan ambang batas pembatasan yang terlalu tinggi sehingga tidak memberikan dampak yang berarti.

"Akibatnya, kebijakan penghentian penggunaan batu bara tidak komprehensif dan banyak perusahaan serta kegiatan yang mengambil keuntungan dari batu bara tidak terpengaruh," kata Lee dan Carter.

Laporan WRI juga memperingatkan agar tidak menganggap angka-angka utama bank atau pengumuman mengenai tujuan-tujuan iklim begitu saja.

Perincian yang perlu dicermati mencakup jadwal kebijakan penghentian penggunaan bahan bakar fosil dan apakah kegiatan pasar modal juga disertakan.

"Tanpa perincian tersebut, tidak mungkin menilai apakah komitmen suatu bank dapat “dianggap berkualitas tinggi dan kredibel”, kata mereka.

Para peneliti melacak portofolio emisi yang dilaporkan bank dari aktivitas mereka di enam sektor utama – minyak dan gas, listrik, otomotif, penerbangan, semen dan baja antara 2019 dan 2022, serta target pengurangan emisi mereka pada 2030.

Mereka kemudian membandingkan kemajuan mereka dalam jalur dekarbonisasi yang akan membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.

Bank-bank yang terlibat dalam studi ini termasuk JPMorgan Chase, Mitsubishi UFJ Financial Group, Industrial and Commercial Bank of China, dan BNP Paribas.

Butuh investasi jumbo

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan bahwa dunia perlu berinvestasi sekitar USD4 triliun per tahun pada 2030 untuk menghasilkan tingkat energi bersih yang diperlukan untuk mencapai pengurangan emisi yang diperlukan.

Untuk sektor energi saja, Lee dan Carter mencatat IEA mengatakan kebutuhan investasi pada energi bersih 10 kali lebih besar dibandingkan investasi pada bahan bakar fosil.

Target 10 banding 1 saat ini masih jauh dari kenyataan, karena bank-bank yang dianalisis dalam studi WRI rata-rata hanya berinvestasi 1,3 kali lebih besar pada pembiayaan ramah lingkungan dibandingkan dengan investasi pada bahan bakar fosil.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)