Starbucks Diboikot, Bagaimana di Indonesia?

Ilustrasi. Foto: dok MI.

Starbucks Diboikot, Bagaimana di Indonesia?

Faustinus Nua • 28 June 2024 19:26

Jakarta: VP Head of Investor Relations, Corporate Communications & Sustainability PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) Ratih D. Gianda mengakui penjualan Starbucks di kuartal I mengalami kerugian. Hal itu akibat adanya boikot masyarakat terhadap gerai-gerai Starbucks lantaran diduga mendukung atau menyokong pendanaan dalam konflik Israel-Palestina.

"Kuartal I kan minus 17 persen. Kalau last year gross-nya kan 16,6 persen jadi sudah tentu ada dampaknya. Namun tidak terjadi di setiap toko, hanya beberapa toko," ujarnya seusai RUPS & Paparan Publik MAP Group, dilansir Media Indonesia, Jumat, 28 Juni 2024.

"Jadi memang dampak boikot ini kan memang masih berlangsung sampai sekarang. Kalau kita lihat dari tokonya sendiri, Starbucks itu tidak ada di Israel ya. Jadi hampir semua karyawannya itu orang Indonesia dan hanya satu bule itu dia sendiri (Direktur MAPB)," tambah dia.

MAP menyayangkan aksi boikot yang dilakukan masyarakatnya. Sebab, kata Ratih, perusahaan tidak berafiliasi dengan Israel dan aksi boikot justru hanya merugikan ekonomi Indonesia sendiri.

 

Baca juga: Ini Dia Daftar Produk Israel yang Tersebar di Dunia
 

Starbucks menyerap banyak tenaga kerja di seluruh Indonesia


Menurutnya, 100 persen karyawan Starbucks merupakan warga Indonesia. Starbucks telah membantu menyerap banyak tenaga kerja di seluruh Indonesia melalui gerai-gerainya. Bahkan, aksi sosial yang dilakukan perusahaan pun sangat banyak mulai dari menyediakan air bersih bagi masyarakat hingga membantu petani.

"Dan ini kita harapkan sesaat saja dan education itu penting sekali sebelum berbuat. Kita menginginkan orang berpikir boikot itu tepat sasaran dan kenapa dan harus memikirkan akibatnya juga," jelas dia.

Hingga kini, MAP baru menutup satu gerai Starbucks. Pihaknya memikirkan jangka panjang dari eksistensi Starbucks dan juga nasib para karyawan.

Untuk itu, Ratih menyebut masyarakat perlu diedukasi terkait kehadiran Starbucks dan kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Masyarakat perlu memikirkan terlebih dahulu sebelum melakukan aksi boikot yang jelas-jelas tidak tepat sasaran.

"Kami menyerap tenaga kerja, tidak ada orang asing. Kalau ada boikot enggak buka toko artinya kita enggak banyak menyerap tenaga kerja kan. Itu yang harus ditekankan. Orang-orang harus lebih teredukasi melihat sesuatu itu dengan dipikirkan lagi apa dampaknya," jelas dia.

"Kita masih sangat positif terhadap pasar Indonesia. Kita tidak mau gegabah untuk cepat-cepat tutup toko karena sekali lagi tutup toko berarti memecat orang," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Ade Hapsari Lestarini)