Salah satu sudut Gracie Mansion, rumah dinas Wali Kota New York sejak 1942. (New York Post / Robert MIller)
Willy Haryono • 14 December 2025 14:00
Jakarta: Gracie Mansion kembali menjadi sorotan setelah wali kota terpilih New York, Zohran Mamdani, memutuskan untuk menempati kediaman resmi tersebut mulai Januari mendatang. Keputusan ini menandai babak baru bagi politisi berusia 34 tahun yang memenangkan pemilihan dengan janji utama penegakan keadilan hunian di tengah krisis perumahan terburuk dalam sejarah kota.
Langkah Mamdani tinggal di rumah dinas memunculkan diskusi publik mengenai simbol kekuasaan, akses terhadap ruang publik, serta potensi kontradiksi antara janji politik dan realitas sosial. Gracie Mansion bukan sekadar rumah pejabat, melainkan representasi perjalanan panjang New York yang kini kembali menjadi titik temu antara tradisi politik dan tekanan sosial kontemporer.
Mengutip dari Al Jazeera, Jumat, 12 Desember 2025, Gracie Mansion telah menjadi kediaman resmi wali kota New York sejak 1942. Rumah bergaya Federal ini dibangun pada 1799 sebagai vila pribadi milik Archibald Gracie dan terletak di dalam Carl Schurz Park, kawasan tepi Sungai East River di Upper East Side. Bangunan ini memiliki lima kamar tidur dan sejumlah ruang pertemuan resmi, dengan luas kompleks mencapai sekitar 13.000 kaki persegi setelah perluasan ruang acara pada 1966.
Sebelum berfungsi sebagai rumah dinas, properti ini sempat digunakan untuk kepentingan publik. Pemerintah Kota New York mengambil alih Gracie Mansion pada 1896 dan memanfaatkannya sebagai kantor sementara Museum of the City of New York.
Statusnya sebagai kediaman wali kota baru ditetapkan ketika Komisaris Taman Robert Moses meyakinkan Wali Kota Fiorello La Guardia untuk menjadikannya simbol kepemimpinan kota besar yang setara dengan pusat-pusat kekuasaan lain di Amerika Serikat.
Sejak itu, sebagian besar wali kota memilih menempati Gracie Mansion, meski ada pula yang tinggal di kediaman pribadi dan menggunakan rumah tersebut hanya untuk acara resmi. Pemeliharaan bangunan dilakukan melalui kemitraan publik-swasta yang menitikberatkan konservasi serta keterbukaan akses bagi masyarakat. Renovasi besar terakhir dilakukan pada era Michael Bloomberg, termasuk peningkatan aksesibilitas publik.
Keputusan Mamdani pindah ke Gracie Mansion terjadi di tengah tekanan krisis hunian yang memengaruhi jutaan warga New York. Tingkat kekosongan hunian berada di kisaran 1,4 persen, sementara harga sewa rata-rata telah mencapai ribuan dolar AS per bulan. Kondisi ini menyulitkan banyak keluarga kelas menengah dan pekerja. Dalam kampanyenya, Mamdani mengusung agenda pembekuan sewa, penguatan perlindungan penyewa, serta ekspansi hunian terjangkau.
Kehadirannya di rumah dinas tersebut memicu pertanyaan mengenai konsistensi komitmen tersebut. Namun, Mamdani menegaskan bahwa keputusannya didasarkan pada pertimbangan keamanan dan efektivitas kerja, bukan kemewahan atau simbol status.
Di sisi lain, Gracie Mansion juga kerap menjadi lokasi aksi protes. Berbagai kelompok masyarakat pernah menggelar demonstrasi di sekitarnya terkait isu hak hunian, kebijakan imigrasi, hingga perlindungan bagi tunawisma. Hal ini menjadikan rumah dinas tersebut tidak hanya sebagai simbol kekuasaan, tetapi juga ruang artikulasi aspirasi publik.
Dengan Mamdani sebagai penghuninya, Gracie Mansion kembali mencerminkan dinamika sosial dan politik New York. Perpindahan ini menegaskan peran rumah dinas sebagai simbol kepemimpinan sekaligus pengingat bahwa krisis hunian masih menjadi tantangan utama kota.
Arah kebijakan Mamdani ke depan akan menentukan apakah Gracie Mansion dipandang sebagai lambang keterbukaan atau sekadar representasi kekuasaan yang kian menjauh dari keseharian warganya. (Keysa Qanita)
Baca juga: Bagi Mamdani, Trump Tetap Fasis Tapi Masih Siap Kerja Sama