Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 7 December 2025 18:49
Damaskus: Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa mengatakan negaranya telah membuat kemajuan signifikan menuju persatuan nasional meski tantangan masih membayangi, saat warga Suriah bersiap memperingati satu tahun runtuhnya rezim Bashar al-Assad dengan perayaan publik besar-besaran dan rasa harapan baru pada Senin, 8 Desember 2025.
Kerumunan warga memenuhi pusat Damaskus akhir pekan lalu untuk mengenang tumbangnya pemerintahan lama, yang terjadi setelah Assad melarikan diri secara tiba-tiba ke Moskow pada dini hari 8 Desember tahun lalu menyusul operasi selama 10 hari.
Bagi banyak warga Suriah, berakhirnya sebuah sistem yang selama puluhan tahun digambarkan kelompok hak asasi sebagai sangat represif menjadi titik balik bersejarah.
Berbicara kepada CNN dalam Forum Doha, Sharaa mengatakan, “Saya percaya Suriah sedang menjalani hari-hari terbaiknya.”
Terkait isu persatuan, Sharaa mengakui adanya kemajuan sekaligus tantangan yang masih berlangsung. “Kita berbicara tentang sebuah negara yang sadar, yang memiliki kesadaran kolektif,” ujarnya, namun menekankan bahwa tidak ada negara yang dapat mencapai “keseragaman total.”
Ia berpendapat bahwa selama puluhan tahun, rakyat Suriah tidak benar-benar saling mengenal akibat perpecahan struktural yang diwariskan dari era Assad dan perang saudara.
“Kami mengambil langkah memberi pengampunan bagi banyak orang dan banyak faksi, agar kami dapat membangun masa depan yang berkelanjutan, aman, dan stabil bagi rakyat Suriah,” kata Sharaa, dikutip dari Hurriyet Daily News, Minggu, 7 Desember 2025.
Ia juga menepis anggapan bahwa pemberontakan terhadap Assad merupakan “revolusi Sunni,” dengan menegaskan bahwa gerakan tersebut bersifat lintas-sektoral. “Semua komponen masyarakat Suriah menjadi bagian dari revolusi,” ujar Sharaa, seraya mencatat bahwa “bahkan kaum Alawite harus menanggung konsekuensi karena digunakan oleh rezim sebelumnya.”
Meski transisi politik telah berlangsung, Suriah menghadapi sejumlah letupan kekerasan sektarian sepanjang 2025. Pada Maret, wilayah pesisir menyaksikan pembunuhan ratusan warga Alawite. Bentrokan berat juga terjadi antara pasukan negara dan suku Badui di Suwayda pada Juli, menewaskan lebih dari 1.400 orang.
Mengakui insiden tersebut, Sharaa mengatakan, “Kami tahu ada kejahatan yang dilakukan. Saya menegaskan bahwa kami tidak menerima apa yang terjadi.”