Dewan Redaksi Media Group Ahmad Punto/MI
Ahmad Punto • 21 November 2025 06:06
MUNGKIN tidak banyak orang yang tahu bahwa kemarin, 20 November, ialah Hari Anak Sedunia (HAS). Itu semacam versi globalnya Hari Anak Nasional (HAN) yang selalu kita peringati setiap 23 Juli. Semangatnya sama, cita-citanya sama, hanya lingkupnya yang berbeda.
PBB menyebut HAS dirayakan untuk mempromosikan kebersamaan internasional, kesadaran di antara anak di seluruh dunia, dan meningkatkan kesejahteraan serta hak anak-anak. Baik HAS ataupun HAN ialah momentum pengingat bahwa anak-anak ialah generasi ahli waris yang berhak memperoleh pendidikan, kesehatan, dan perlindungan.
Idealnya, kita membayangkan hari itu dirayakan secara sukacita dengan sederet fakta menyejukkan terkait dengan perlindungan anak. Hari itu diperingati dengan hati yang bungah karena ada sodoran data-data menyegarkan tentang sejauh mana pemenuhan hak terhadap anak sudah dilakukan.
Namun, kenyataan tak melulu seindah bayangan. Fakta tidak selalu segendang dengan harapan. Nasib anak-anak hari ini kiranya tak sementereng cita-cita Hari Anak. Yang muncul mengiringi perayaan HAS kali bukan fakta menyejukkan, bukan pula data menyegarkan, melainkan kado pahit berupa masih minimnya perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Di dunia nyata, beragam kasus kekerasan, pelecehan, dan perundungan terhadap anak seakan tidak ada habisnya. Dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan pada anak di Indonesia yang semula bak gunung es menyeruak ke dalam keseharian masyarakat.
Kini betapa mudahnya kita menunjuk contoh kasus kekerasan, termasuk kekerasan seksual, ataupun perundungan terhadap anak. Itu disebabkan saking banyaknya kejadian seperti itu menimpa anak-anak kita. Kian memprihatinkan karena kekerasan terhadap anak bahkan tidak hanya dilakukan orang dewasa, tapi juga oleh mereka yang juga masih anak-anak.
Sebutlah kasus terbaru seperti peledakan oleh siswa di SMAN 72 Jakarta Utara yang diduga disebabkan kemarahan yang menumpuk akibat perundungan yang menimpa siswa tersebut sebelumnya. Lalu kekerasan yang dilakukan terhadap siswa SMPN 19 Tangerang Selatan yang berujung kematian setelah dirawat selama sepekan di rumah sakit.
Dalam hal data, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun mencatat, sepanjang 2025 berjalan ini saja terdapat 1.052 kasus pelanggaran hak anak yang dilaporkan ke komisi tersebut, termasuk kekerasan dan perundungan. Tragisnya, sebanyak 165 kasus (16%) di antaranya terjadi di sekolah, tempat yang seharusnya aman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang, selain rumah.
Dewan Redaksi Media Group Ahmad Punto/MI