Donald Trump dan Ali Khamenei. (Will Oliver/EPA)
Riza Aslam Khaeron • 5 February 2025 13:06
Washington DC: Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani National Security Presidential Memorandum (NSPM) pada Selasa, 4 Februari 2025, yang secara resmi mengembalikan kebijakan sanksi 'Tekanan Maksimum' terhadap Iran.
Melansir laman Gedung Putih, kebijakan ini bertujuan untuk "menutup semua jalur Iran menuju senjata nuklir" serta "menekan pengaruh jahat Iran di luar negeri." NSPM ini menginstruksikan Departemen Keuangan AS untuk memberlakukan sanksi ekonomi yang lebih ketat terhadap Iran dan entitas yang melanggar pembatasan yang telah ada sebelumnya.
Trump menyatakan bahwa kebijakan ini diperlukan untuk menghadapi "Iran yang telah terlalu lama menjadi sponsor utama terorisme di dunia." Ia juga menegaskan bahwa, "Selama saya menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, Iran tidak akan pernah diizinkan memiliki senjata nuklir." Trump mengklaim bahwa kebijakan baru ini akan menargetkan ekspor minyak Iran dan membatasi aksesnya ke sistem keuangan global.
Menurut laporan The New York Times, Trump juga mengeluarkan perintah eksekutif yang bertujuan untuk memblokir semua pengiriman minyak Iran, terutama ke China. "Kami sekali lagi akan memberlakukan sanksi paling agresif untuk menurunkan ekspor minyak Iran ke nol dan melemahkan kemampuan rezim dalam mendanai teror di kawasan dan dunia," ujar Trump pada konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Sanksi ini juga akan diperluas ke sektor-sektor lain, termasuk pengapalan, asuransi, dan operasional pelabuhan yang berhubungan dengan Iran. Departemen Luar Negeri AS juga diminta untuk mencabut atau mengubah sejumlah pengecualian sanksi yang sebelumnya diberikan.
Sementara itu, perwakilan tetap AS di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan bekerja sama dengan sekutu utama guna memastikan bahwa sanksi internasional terhadap Iran diberlakukan kembali.
Namun, kebijakan ini memunculkan pertanyaan mengenai efektivitasnya. The New York Times mencatat bahwa strategi 'Tekanan Maksimum' yang diterapkan Trump pada 2018 setelah menarik AS dari perjanjian nuklir Iran dinilai banyak pihak sebagai kebijakan yang justru mempercepat langkah Iran dalam memperkaya uranium.
Meskipun Trump mengklaim kebijakannya sebagai kemenangan besar, banyak analis menilai bahwa langkah tersebut gagal menghambat pengembangan nuklir Iran, yang kini telah meningkatkan kapasitas pengayaan uraniumnya ke tingkat mendekati persyaratan untuk membuat senjata nuklir.
| Baca Juga: Indonesia Harus Tolak Proposal Absurd Trump untuk Ambil Alih Gaza |