M Sholahadhin Azhar • 24 March 2025 21:20
Jakarta: Pengesahan revisi Undang-Undang (RUU) TNI disorot. Terutama, dalam mempertegas peran TNI dalam pertahanan siber.
"Menjawab bahwa ancaman siber dapat menjadi bagian dari ranah pertahanan nasional dan bahwa TNI adalah institusi yang bertanggung jawab penuh dalam menjaga kedaulatan negara di wilayah ini,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Digital and Cyber Institute (IDCI), Yayang Ruzaldy, dalam keterangan tertulis, Senin, 24 Maret 2025.
Menurut dia, seharusnya revisi itu menempatkan TNI di garda terdepan pertahanan siber. Hal ini menjadi hal yang relevan. Sebab, sesuai dengan kebutuhan strategis Indonesia di tengah transformasi global.
TNI, kata Yayang, harusnya tidak lagi menjadi sekadar pelengkap dalam domain pertahanan siber. Karena, bertentangan dengan Pasal 30 ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan. Rujukan lainnya yaitu, UU Nomor 3 Tahun 2002 dan UU Nomor 34 Tahun 2004 yang menetapkan TNI sebagai komponen utama untuk menghadapi ancaman militer.
Yayang kemudian menanggapi Perpres Nomor 8 tahun 2021 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara yang tidak mengklasifikasi ancaman siber sebagai ancaman militer. Menurutnya hal tersebut perlu ditinjau ulang.
“Ancaman siber saat ini telah menyerupai karakteristik peperangan modern meliputi sabotase digital, pencurian intelijen dan konflik geopolitik. Ancaman seperti ini tidak lagi cukup ditangani oleh lembaga sipil semata,” jelasnya.
Dia melihat keterlibatan TNI terhadap pertahanan siber sangat penting. Karena, dapat memastikan kedaulatan di ranah digital dan menepis ancaman dunia maya.
IDCI merekomendasi koreksi langkah ke depan. Supaya, Indonesia tidak berisiko menghadapi krisi kepercayaan institusional dalam sistem pertahanan siber.
Pertama, seharusnya UU TNI mengatur secara eksplisit bahwa pertahanan siber adalah tugas pokok TNI. Bukan hanya fungsi dukungan.
Kedua, kata dia, harus ada Komando Siber Nasional di bawah TNI, yang memiliki otoritas strategis, operasional, dan taktis dalam menjaga kedaulatan digital negara. Ketiga, perlu langkah konkret yang perlu diambil adalah mengintegrasikan doktrin active cyber defense dalam sistem pertahanan nasional.
"Dengan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga merespons dan menindak pelaku serangan digital secara proporsional,” kata Yayang.