Bendera Korea Utara. (EPA-EFE)
Muhammad Reyhansyah • 23 September 2025 12:59
Pyongyang: Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengisyaratkan kemungkinan bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan syarat Washington mengabaikan tuntutan melucuti program senjata nuklir atau denuklirisasi.
Trump dijadwalkan mengunjungi Korea Selatan bulan depan untuk menghadiri KTT APEC di Gyeongju, memicu spekulasi tentang potensi pertemuan mendadak kedua pemimpin tersebut.
Dalam pidatonya di Majelis Rakyat Tertinggi pada 21 September, yang dilaporkan KCNA sehari kemudian, Kim menegaskan: “Saya masih menyimpan kenangan baik terhadap Presiden Trump saat ini. Jika Amerika Serikat membuang obsesi delusional terhadap denuklirisasi dan mengakui realitas untuk mencari koeksistensi damai yang tulus dengan kami, tidak ada alasan bagi kami untuk tidak berhadapan dengan mereka.”
Dikutip dari Asia Today, Selasa, 23 September 2025, Trump dan Kim terakhir kali bertatap muka pada Juni 2019 di Panmunjom, desa perbatasan antar-Korea, setelah Trump melontarkan undangan melalui Twitter ketika berkunjung ke Seoul. Sejak kembali menjabat, Trump kerap berbicara positif tentang Kim.
Dalam KTT dengan Korea Selatan bulan lalu, ia menegaskan: “Kim Jong-un dan saya memiliki hubungan yang sangat baik, dan itu masih berlanjut. Saya ingin bertemu dengannya lagi tahun ini.”
Namun, syarat Kim yang menolak tuntutan denuklirisasi tetap menjadi hambatan besar. Trump sendiri belakangan menyebut Korea Utara sebagai “kekuatan nuklir” dan menunjukkan sinyal fleksibilitas, menimbulkan pertanyaan apakah ia akan menyesuaikan sikapnya demi membuka jalan pertemuan puncak.
Pengamat menilai pernyataan terbaru Kim sebagai bagian dari strategi politik yang cermat untuk menguji gaya transaksional Trump. Im Eul-chul, profesor di Kyungnam University’s Institute for Far Eastern Studies, menekankan bahwa kelanjutan pembicaraan bergantung pada langkah Trump: “Apakah Trump akan mengambil keputusan tegas akan menentukan dimulainya kembali pembicaraan puncak, tetapi tanpa perubahan sikap nuklir Pyongyang yang tegas, penyelesaian mendasar tetap sulit tercapai.”
Sementara itu, Yang Moo-jin dari University of North Korean Studies menambahkan: “Pesan Kim adalah, jika AS mengakui status nuklir dan rezim Korea Utara, Pyongyang bersedia menerima dialog, namun negosiasi denuklirisasi gaya lama sudah tidak relevan.”
Selain mengkritik Amerika Serikat, Kim juga menolak rencana denuklirisasi tiga tahap pemerintahan Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung, menyebutnya sekadar salinan dari kegagalan masa lalu. Ia menegaskan Korea Utara dan Selatan adalah “dua negara terpisah yang tidak akan pernah bersatu,” menutup peluang perundingan antar-Korea.
Sebagai tanggapan, Kementerian Unifikasi Korea Selatan menekankan: “Pemerintah menghormati sistem Korea Utara dan tidak mengejar bentuk unifikasi paksa maupun tindakan bermusuhan. Kami akan terus mendukung dialog Washington–Pyongyang dan bekerja demi perdamaian berkelanjutan.”
Kementerian itu menambahkan bahwa Seoul akan mengedepankan strategi jangka panjang untuk meredakan ketegangan, membangun kembali kepercayaan, dan memperkuat hubungan damai di Semenanjung Korea.
Baca juga: Kim Jong-un Luncurkan Pembersihan Internal Besar-besaran usai Kunjungan Tiongkok