Presiden Ferdinand Marcos terpaksa turun tangan selidiki kasus korupsi. Foto: Anadolu
Plaridel: Skandal proyek pengendali banjir bandang mengguncang Filipina setelah terungkap puluhan infrastruktur bernilai miliaran peso tidak pernah dibangun sesuai rencana. Warga terdampak kini turun ke jalan menuntut keadilan dan pertanggungjawaban pemerintah.
Warga Plaridel, sebelah utara ibu Kota Manila, bisa saja menceritakan kepadanya apa yang terjadi kontraktor baru saja memulai proyek yang ditandai “selesai” oleh pejabat pemerintah lebih dari setahun sebelumnya.
Tanggul tersebut merupakan salah satu dari seratus proyek pengendalian banjir yang menjadi pusat salah satu skandal korupsi terbesar negara ini dalam beberapa dekade.
Hal ini telah memicu perubahan kepemimpinan di kedua majelis Kongres, tapi dampak sesungguhnya terjadi di kalangan masyarakat yang tidak mendapatkan perlindungan, banyak dari mereka tinggal di sepanjang sungai di wilayah Bulacan.
Seorang pekerja konstruksi, Leo Francisco mengatakan kepada Agence France Presse (AFP) di desa Bulusan, bahwa “kami menggendong anak-anak kami ke sekolah ketika air pasang.”
“Di dalam rumah kami, airnya setinggi paha. Di jalan kadang setinggi lutut, kadang setinggi mata kaki. Ini hari-hari biasa—bukan topan,” ujar Leo Francisco.
Proyek pengendalian banjir yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah tersebut, seperti banyak proyek lain yang teridentifikasi dalam beberapa minggu terakhir, tidak pernah selesai.
"Tanggulnya belum rampung, jadi airnya masuk. Bahkan di bagian yang sudah dibangun, air masih bisa masuk dari bawah karena tiang pancangnya dangkal," imbuh Leo Francisco.
Di dekat Plaridel, Agence France Presse (AFP) melihat sepasang tukang batu mandi di dekat tanggul setengah jadi dengan batang logam yang terbuka.
Menteri Pekerjaan Umum, Vince Dizon mengatakan bahwa “uang pembayar pajak yang dibayarkan untuk tanggul jelas dicuri,” setelah mengunjungi lokasi tersebut.
Vince Dizon menyebutnya sebagai “proyek hantu” yang nyata dan mengatakan ia telah memecat kepala teknis distrik dan dua orang lainnya.
Tanggul tak memberi manfaat
Kemarahan publik semakin meluas terhadap apa yang disebut sebagai proyek infrastruktur hantu, setelah Presiden Ferdinand Marcos menyorotnya dalam pidato kenegaraan, menyusul banjir mematikan yang melanda Filipina selama berminggu-minggu.
Greenpeace memperkirakan sekitar USD17,6 miliar dana iklim berpotensi digelapkan sejak 2023. Dana tersebut seharusnya dialokasikan bagi masyarakat yang semakin terancam akibat penurunan tanah karena ekstraksi air tanah berlebihan serta naiknya permukaan laut.
Presiden Ferdinand Marcos sendiri turun langsung ke lokasi proyek bermasalah di desa Frances. Ia mengecam mutu tanggul yang sangat buruk.
“Campuran semen yang dipakai bisa dihancurkan dengan tangan kosong. Mereka menjualnya dengan kualitas rendah,” ujar Presiden Ferdinand Marcos, sambil berjanji menindak pihak yang bertanggung jawab.
Meski senang dengan kunjungan Marcos, warga mengaku masih menunggu bukti nyata dari janjinya.
“Tanggul itu sama sekali tidak berguna, penuh lubang,” ujar Petugas Kesehatan, Neila de los Reyes Bernal.
Neila de los Reyes Bernal menambahkan, banyak anak sekolah kini harus memakai sepatu boot karet ke kelas akibat meningkatnya kasus leptospirosis dan kutu air setelah banjir.
“Pekerjaan itu sudah dimulai sejak tahun lalu, tetapi hingga kini tidak juga rampung, katanya karena kekurangan dana,” ujar warga sekitar.
“Meski tanpa badai, air tetap meluap. Kami sudah tidak bisa menempati kamar di lantai bawah rumah. Bahkan dapur terpaksa kami pindahkan ke lantai dua,” tambah warga.
Keduanya yang harus disalahkan
Di Plaridel, seorang warga, Elizabeth Abanilla, 81, mengaku tidak sempat mengikuti jalannya sidang kasus skandal proyek karena tidak memiliki televisi. Meski begitu, ia meyakini bahwa kontraktor bukan satu-satunya pihak yang harus dipertanggungjawabkan.
“Itu juga kesalahan mereka yang memberikan dana. Uang seharusnya tidak diserahkan sebelum pekerjaan tuntas. Jadi keduanya sama-sama bersalah,” ujar seorang warga, Elizabeth Abanilla, 81.
Filipina memang memiliki rekam jejak panjang skandal penyalahgunaan dana publik. Dalam banyak kasus, pejabat tinggi kerap lolos dari hukuman penjara berat meskipun terbukti melakukan korupsi.
Ribuan warga diperkirakan akan memadati jalanan ibu kota pada Minggu mendatang untuk menuntut keadilan, termasuk hukuman penjara bagi pihak yang terbukti terlibat dalam proyek infrastruktur fiktif.
Namun, bagi Francisco, seorang pekerja konstruksi yang kehilangan mata pencahariannya akibat banjir, harapan itu terasa jauh dari kenyataan. “Bagi saya yang penting uangnya dikembalikan. Selebihnya biarlah Tuhan yang menentukan nasib mereka,” pungkas Francisco.
(Muhammad Fauzan)