PM Prancis Setujui Penangguhan Reformasi Pensiun Demi Selamatkan Pemerintah

PM Prancis Sebastien Lecornu. (Anadolu Agency)

PM Prancis Setujui Penangguhan Reformasi Pensiun Demi Selamatkan Pemerintah

Muhammad Reyhansyah • 15 October 2025 12:32

Paris: Perdana Menteri Prancis Sebastien Lecornu pada Selasa, 14 Oktober 2025 menyatakan mendukung penangguhan reformasi pensiun 2023 yang selama ini menuai penolakan luas. 

Langkah tersebut dipandang sebagai upaya penting untuk mempertahankan keberlangsungan kabinetnya sekaligus mengeluarkan negara dari krisis politik yang telah menjerat pemerintahan Presiden Emmanuel Macron.

Dikutip dari The Korea Herald, Rabu, 15 Oktober 2025, Prancis, ekonomi terbesar kedua di zona euro, telah dilanda ketegangan politik mendalam sejak Macron memutuskan menggelar pemilu kilat tahun lalu untuk memperkuat basis kekuasaan. Namun hasilnya justru menciptakan parlemen yang terpecah dan memperkuat posisi kelompok sayap kanan.

Setelah dua perdana menteri sebelumnya digulingkan oleh parlemen akibat kebijakan penghematan, Lecornu, perdana menteri ketujuh Macron sejak 2017 berjuang keras menjaga stabilitas kabinet agar dapat meloloskan rancangan anggaran ketat sebelum akhir tahun.

Salah satu titik krusial adalah reformasi pensiun 2023 yang menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun. Partai Sosialis, yang menjadi kunci keseimbangan suara di parlemen, mengancam akan menjatuhkan pemerintah jika kebijakan tersebut tidak segera ditangguhkan.

Dalam pidato kebijakan di hadapan parlemen, Lecornu mengatakan mendukung penangguhan reformasi tersebut hingga pemilihan presiden mendatang.

“Saya akan mengajukan kepada parlemen musim gugur ini untuk menangguhkan reformasi pensiun 2023 hingga pemilu presiden,” ujarnya.

“Tidak akan ada kenaikan usia pensiun mulai sekarang hingga Januari 2028.”

Pernyataan itu disambut positif oleh kubu Sosialis yang sebelumnya bersiap menjatuhkan kabinet. Anggota parlemen Boris Vallaud menyebut langkah tersebut sebagai “kemenangan” dan menegaskan partainya bersedia memberi ruang kompromi agar pembahasan anggaran dapat berlanjut, meski tetap memperingatkan bahwa mereka “mampu menjatuhkan pemerintahan kapan pun.”

Reformasi yang kini ditangguhkan sebelumnya dipaksakan oleh pemerintahan Macron menggunakan pasal konstitusi tanpa pemungutan suara, memicu gelombang protes besar-besaran di seluruh Prancis. Lecornu berjanji tidak akan lagi menggunakan mekanisme itu dan berkomitmen untuk membuka seluruh rancangan undang-undang bagi perdebatan publik.

Krisis Ekonomi 

Langkah Lecornu datang setelah dua pekan penuh gejolak politik di Paris. Perdana menteri berusia 39 tahun itu sempat mengundurkan diri bulan lalu setelah menuai kritik atas komposisi kabinet barunya, namun diangkat kembali pada Jumat dan membentuk tim menteri baru pada Minggu, tepat sebelum rancangan anggaran diajukan ke parlemen.

Dalam rancangan tersebut, defisit anggaran Prancis ditetapkan sebesar 4,7 persen dari produk domestik bruto (PDB). Lecornu menegaskan defisit harus tetap di bawah lima persen setelah pembahasan parlemen. 

Ia mengingatkan bahwa rasio utang terhadap PDB Prancis kini menjadi yang tertinggi ketiga di Uni Eropa setelah Yunani dan Italia, hampir dua kali lipat batas 60 persen yang ditetapkan aturan Uni Eropa.

Menunda reformasi pensiun, kata Lecornu, akan menimbulkan biaya sekitar 400 juta euro pada 2026 dan 1,8 miliar euro pada tahun berikutnya. Namun ia menegaskan kekurangan itu dapat ditutup melalui efisiensi pengeluaran. 

“Ini bukan sekadar penangguhan tanpa arah,” ujarnya, “melainkan kesempatan untuk merancang ulang sistem pensiun nasional.”

Tekanan Politik Menguji Macron

Meskipun begitu, tekanan terhadap pemerintah belum mereda. Partai sayap kiri France Unbowed dan partai sayap kanan National Rally telah mengajukan mosi tidak percaya terhadap kabinet baru, meski peluangnya kecil tanpa dukungan dari kubu Sosialis.

Presiden Macron sendiri memperingatkan bahwa jika kabinet Lecornu dijatuhkan, ia akan membubarkan parlemen dan menggelar pemilu baru.

Namun gelombang ketidakpuasan publik terhadap Macron terus meningkat. Sejumlah pemimpin oposisi bahkan menyerukan agar ia mundur, sementara mantan perdana menteri Edouard Philippe, sekutu lamanya mulai menjaga jarak politik.

Partai sayap kanan kini melihat peluang besar untuk merebut kekuasaan pada pemilihan presiden 2027 mendatang, ketika masa jabatan kedua Macron berakhir. Pemimpin National Rally, Jordan Bardella, mengejek kabinet baru sebagai “klub penyelamat Emmanuel Macron,” dengan mengatakan bahwa para anggotanya “hanya disatukan oleh rasa takut terhadap kotak suara.”

Baca juga:  Prancis Umumkan Kabinet Baru dalam Upaya Atasi Kebuntuan Politik

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)