Pengamat: Seskab Teddy Perkuat Empathetic Governance

Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya bersama Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf yang akrab disapa Gus Ipul, menyambangi Sekolah Rakyat Menengah Atas 33, Jelupang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel). Dok. Metrotvnews.com

Pengamat: Seskab Teddy Perkuat Empathetic Governance

Achmad Zulfikar Fazli • 17 November 2025 17:05

Jakarta: Pengamat politik Amsori Baharudin Syah menilai gaya kepemimpinan Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya yang kerap turun langsung ke akar rumput untuk bertemu langsung dengan masyarakat, sejalan dengan konsep empathetic governance. Dia menilai kiprah Seskab Teddy menandai pergeseran penting dalam praktik kepemimpinan birokrasi di Indonesia.

Tidak lagi sekadar menjalankan peran teknokratis, Teddy turun langsung ke akar rumput mengunjungi sekolah rakyat, mendengar cerita anak-anak dan orang tua, serta memahami persoalan tanpa sekat protokoler.

Menurut Amsori, langkah itu menunjukkan Teddy bukan sekadar pejabat yang bekerja dari balik meja, melainkan figur administratur negara yang memahami pelayanan publik dimulai dari kehadiran, empati, dan interaksi manusiawi.

“Apa yang dilakukan Teddy Indra Wijaya adalah bentuk tertinggi dari pelayanan publik. Ia hadir bukan sebagai pejabat, tetapi sebagai manusia yang mau mendengar,” kata Amsori dalam keterangannya di Jakarta, dilansir dari Antara, Senin, 17 November 2025.

Amsori menilai pendekatan Teddy menghadirkan model kepemimpinan publik yang jarang terlihat pada pejabat setingkat kabinet. Dalam banyak birokrasi modern, pejabat umumnya berfungsi sebagai pengambil keputusan strategis di balik ruang rapat. Namun, kata dia, Teddy justru memindahkan sebagian ruang kerjanya ke tengah masyarakat.

“Di mata saya, Teddy hadir sebagai wujud negara yang mengasuh, bukan mengatur. Ini penting, karena negara tidak cukup hanya membuat aturan, negara harus hadir dalam rasa, hadir dalam kehidupan warganya,” ujar dia.
 

Baca Juga: 

Dikenal Publik, Seskab Teddy Menunjang Fungsi dan Tugas Pemerintahan


Kehadiran fisik pejabat tinggi negara, lanjut Amsori, memiliki dampak psikologis kuat. Masyarakat merasa dilihat, didengar, dan dihargai. Dalam situasi di mana jarak antara pemerintah dan rakyat kerap terasa lebar, Teddy justru menembus batas tersebut.

Amsori menjelaskan konsep empathetic governance sebagai sebuah pendekatan dalam teori kepemimpinan publik yang menekankan kehadiran emosional, bukan hanya struktural.

Dia menjelaskan menurut teori Hannah Arendt tentang power as acting in concert, kekuasaan politik sejati muncul ketika pemimpin berada dalam ruang yang sama dengan rakyat dan membangun kepercayaan melalui tindakan konkret. Kekuasaan bukan berasal dari jabatan, melainkan dari keberhasilan membangun hubungan sosial.

“Teddy tidak sedang menunjukkan kuasa administratif, tetapi kuasa moral. Ia membangun legitimasi dengan mendengarkan, bukan memerintah,” kata Amsori.


Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya melakukan pertemuan dengan mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) di Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Kamis, 13 November 2025. (ANTARA/Instagram @sekretariat.kabinet)

Pendekatan ini, menurut dia, menjadi modal penting bagi birokrasi modern yang menuntut pemimpin untuk adaptif, inklusif, dan dekat dengan realitas sosial.

Bagi Amsori, langkah Teddy mengunjungi sekolah rakyat merupakan simbol dari semangat state nurturing, negara yang hadir untuk merawat, menguatkan, dan memanusiakan warganya.

Dia menilai gestur sederhana, seperti duduk bersila bersama anak-anak, berbicara santai dengan orang tua, atau mendengarkan keluhan tanpa catatan protokol justru menjadi tindakan administratif paling kuat.

“Banyak pejabat bicara soal pelayanan publik, tetapi sedikit yang hadir sebagai manusia. Teddy melakukannya. Itu yang membuat pesan kepemimpinannya berbeda,” kata Amsori.

Gestur responsif semacam ini, menurut Amsori, memperkuat citra kabinet sebagai institusi yang tidak hanya mengeluarkan kebijakan, tetapi juga memahami realitas lapangan tempat kebijakan itu bekerja.

Amsori menambahkan perubahan gaya kepemimpinan seperti ini sangat relevan dalam konteks politik kontemporer Indonesia. Di tengah tingkat skeptisisme publik terhadap pejabat negara, pendekatan empatik dan rendah hati dapat menjadi jembatan untuk memulihkan kepercayaan.

“Teddy menunjukkan bahwa negara yang kuat adalah negara yang mau mendengar. Dan kehadirannya di akar rumput bukan pencitraan, melainkan bentuk pendidikan politik bahwa pejabat negara pun harus bisa hadir sebagai sesama manusia,” ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)