PM Jepang Sanae Takaichi. (Anadolu Agency)
Muhammad Reyhansyah • 12 November 2025 09:22
Tokyo: Tiongkok dan Jepang terlibat perang kata selama sepekan terakhir setelah Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menyatakan bahwa negaranya bisa mengerahkan pasukan bela diri jika Tiongkok menyerang Taiwan.
Pernyataan itu disampaikan Takaichi dalam rapat parlemen pada Jumat lalu saat menjawab pertanyaan tentang situasi yang dapat mengancam kelangsungan hidup Jepang. Ia menilai, penggunaan kekuatan militer terhadap Taiwan bisa termasuk dalam kategori ancaman tersebut sesuai undang-undang keamanan Jepang tahun 2015.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok langsung mengecam pernyataan itu sebagai “tindakan yang sangat keliru”. Sehari kemudian, Konsul Jenderal Tiongkok di Osaka, Xue Jian, memperkeruh suasana dengan unggahan di media sosial X yang menyinggung soal “memenggal kepala kotor yang ikut campur.”
Tokyo memprotes keras ucapan tersebut dan menilai komentar Xue “sangat tidak pantas.” Sebagai tanggapan, Beijing juga mengajukan protes resmi atas ucapan Takaichi. Postingan Xue kini sudah dihapus, namun ketegangan diplomatik belum mereda.
Takaichi menolak menarik ucapannya dan menyebut pernyataannya selaras dengan kebijakan resmi pemerintah. Ia berjanji akan berhati-hati mengomentari skenario spesifik di masa mendatang.
Dikutip dari BBC, Rabu, 12 November 2025, hubungan Jepang dan Tiongkok telah lama diwarnai ketegangan akibat warisan sejarah perang, terutama invasi brutal Jepang ke Tiongkok pada Perang Dunia II. Luka masa lalu itu terus menjadi sumber gesekan dalam hubungan kedua negara.
Takaichi, yang dikenal konservatif dan sekutu politik mendiang Shinzo Abe, berjanji memperkuat kerja sama dengan Amerika Serikat serta meningkatkan anggaran pertahanan Jepang. Sikap kerasnya terhadap Tiongkok dan dukungannya terhadap Taiwan membuat Beijing waspada.
Sebelumnya, ia juga menilai bahwa blokade terhadap Taiwan dapat mengancam keamanan Jepang, dan pasukan bela diri bisa dikerahkan untuk menghadapi kemungkinan invasi Tiongkok.
Pernyataan terbaru Takaichi dianggap menandai pergeseran dari kebijakan “ambiguitas strategis” yang selama ini dipegang Jepang dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat. Kebijakan tersebut sengaja dibiarkan samar untuk mencegah konflik terbuka sambil mempertahankan hubungan ekonomi dengan Tiongkok.
Secara resmi, Jepang tetap berharap isu Taiwan diselesaikan secara damai melalui dialog. Namun setiap kali pejabat Tokyo secara terbuka menyebut Taiwan dalam konteks keamanan, Beijing selalu merespons dengan keras.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyebut ucapan Takaichi sebagai “campur tangan besar dalam urusan dalam negeri Tiongkok”. Juru bicara Lin Jian menegaskan bahwa “Taiwan adalah bagian dari Tiongkok” dan memperingatkan agar Jepang tidak menantang kepentingan utama negaranya.
“Pemimpin Jepang harus menjelaskan sinyal apa yang ingin ia kirimkan kepada kekuatan separatis pro-kemerdekaan Taiwan,” kata Lin. “Apakah Jepang siap menentang upaya penyatuan kembali Tiongkok?”
Baca juga: Jepang dan Tiongkok Panas, Saling Perang Komentar Terkait Taiwan