Ilustrasi. Foto: Freepik.
Eko Nordiansyah • 1 October 2025 11:30
Jakarta: Harga emas dunia (XAU/USD) melanjutkan tren kemenangannya selama lima sesi berturut-turut, bergerak selama perdagangan sesi Asia pada Rabu, 1 Oktober tercatat naik 0,35 persen dan diperdagangkan di kisaran USD3.846, meski masih tertahan di bawah level tertinggi di USD3.871 per troy ons, setelah melanjutkan tren penguatannya.
Sentimen pasar tetap ditopang oleh kekhawatiran akan potensi penutupan pemerintah AS (government shutdown) serta melemahnya data pasar tenaga kerja yang memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga lanjutan oleh Federal Reserve (The Fed).
Menurut analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, tren teknikal emas masih menunjukkan kekuatan bullish yang solid. Berdasarkan pola candlestick dan indikator Moving Average, XAU/USD masih berada dalam jalur kenaikan.
“Jika tekanan bullish berlanjut, harga emas berpotensi menembus level psikologis USD3.900 dalam jangka pendek. Namun, potensi koreksi jangka pendek tetap perlu diwaspadai. Jika momentum melemah, emas bisa terkoreksi menuju area USD3.837 sebagai support terdekat,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Data Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) menunjukkan perlambatan pasar tenaga kerja. Lowongan pekerjaan meningkat tipis dari 7,21 juta menjadi 7,23 juta pada Agustus, tetapi tingkat perekrutan justru turun menjadi 3,2 persen, level terendah sejak Juni 2024. Meskipun angka PHK masih rendah, perlambatan rekrutmen menjadi sinyal melemahnya daya serap pasar tenaga kerja, yang pada akhirnya mendukung peluang penurunan suku bunga The Fed.
Ekspektasi pelonggaran moneter semakin diperkuat oleh data dari CME FedWatch Tool. Pasar saat ini memperkirakan probabilitas hampir 97 persen The Fed akan memangkas suku bunga pada Oktober, dengan tambahan peluang 76 persen untuk pemangkasan lagi pada Desember. Prospek pemangkasan ini menekan dolar AS dan membuat emas yang diperdagangkan tanpa imbal hasil lebih menarik bagi investor global.
Tak hanya faktor makroekonomi, ketidakpastian politik di Washington juga menopang harga emas. Ancaman shutdown pemerintahan AS kian nyata setelah Partai Republik dan Demokrat masih menemui jalan buntu dalam negosiasi anggaran.
Jika shutdown terjadi, Departemen Tenaga Kerja AS diperkirakan menangguhkan publikasi data penting, termasuk laporan ketenagakerjaan bulanan (Nonfarm Payrolls/NFP) yang biasanya menjadi acuan pasar dan The Fed. Kekosongan data ini akan menambah volatilitas dan meningkatkan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai.
Dari sisi pasar obligasi, imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun tetap stabil di 4,146 persen, sementara imbal hasil riil juga tak bergerak di 1,796 persen. Stabilitas imbal hasil ini, meskipun di level tinggi, tidak cukup kuat menahan minat investor terhadap emas. Sebaliknya, risiko geopolitik dan politik dalam negeri AS menjadi alasan utama aliran dana terus masuk ke logam mulia.
Dengan kombinasi faktor teknikal dan fundamental, prospek emas jangka pendek masih cenderung positif. Andy menilai peluang kenaikan menuju USD3.900 tetap terbuka selama tren bullish terjaga. Namun, ia menekankan pentingnya disiplin dalam mengelola risiko, terutama jika harga gagal mempertahankan momentum di atas area support USD3.837.
“Secara keseluruhan, emas diperkirakan akan tetap berada dalam tren penguatan, didukung ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, potensi shutdown pemerintah AS, serta perlambatan pasar tenaga kerja. Meski volatilitas bisa meningkat dalam beberapa hari ke depan, emas tetap menjadi aset utama pilihan investor di tengah ketidakpastian global,” kata dia.