Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno. Foto: YouTube/FPCI
Fajar Nugraha • 17 April 2025 22:57
Jakarta: Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno menekankan bahwa pembiayaan transisi energi dan aksi iklim di negara berkembang harus disesuaikan dengan realitas geopolitik dan kebutuhan masa kini.
Indonesia, menurutnya, membutuhkan mekanisme keuangan iklim yang lebih modern dan berkelanjutan, bukan lagi sekadar hibah.
Hal ini ia sampaikan dalam forum The Asian-African Conference at 70 berjudul ‘Non-Alignment, Multi-Alignment, and the Role of Middle Powers.’ yang digelar oleh FPCI dan Körber-Stiftung, Kamis 17 April 2025.
“Kita butuh USD 280 miliar hingga 2030 untuk iklim. Tidak cukup hanya dengan grant (hibah). Harus ada inovasi,” ujar Havas.
Ia menyoroti perlunya mekanisme yang melibatkan investasi swasta, pasar karbon yang kuat, serta kolaborasi teknologi dan edukasi.
“Pasar karbon kita belum siap. Tapi bisa dibangun. Salah satunya lewat edukasi dan jejaring teknologi dari negara Selatan ke Selatan,” kata Havas.
Havas juga menekankan bahwa sistem keuangan iklim yang sekarang masih sangat didominasi oleh kepentingan negara maju dan kurang responsif terhadap realitas negara berkembang.
“Kalau kita terus bergantung pada sistem lama, target transisi energi hanya akan jadi mimpi,” pungkas Havas.
(Muhammad Reyhansyah)