Direktur Eksekutif Center for Diplomacy - Jakarta, PLE Priatna. Dok.Pribadi
Fajar Nugraha • 21 October 2025 15:41
Presiden Trump dan Presiden Mesir, Abdel Fatah al-Sisi menyelenggarakan KTT Perdamaian Gaza di Sharm el-Sheikh, Mesir, Senin 13 Oktober 2025.
Presiden Prabowo Subianto dan para kepala negara dari Inggris, Italia, Spanyol dan Prancis, Qatar, Turki, Uni Emirat dijadwalkan untuk hadir.
KTT Perdamaian Gaza ini akan berhasil bila dilakukan tiga hal. Pertama, senjata dan bom milik kekuatan pembangkang kolonial Israel harus dikunci selamanya. Singkirkan penggunaan senjata dan bom sebagai sumber pemicu konflik dan bangkitnya perlawanan sipil.
Senjata, tank dan ribuan bom sebagai tulang punggung kekuatan kolonial, tidak boleh lagi digunakan sebagai sarana untuk melakukan pembunuhan massal, menduduki wilayah dan mengusir warga Palestina untuk mengungsi.
Kedua, stop kolonialisme Israel berikut kekuatan pembangkangan diplomatiknya. Modus pembangkangan Israel pada Piagam PBB, tidak mematuhi hukum humaniter internasional dan melecehkan ratusan resolusi Dewan Keamanan PBB. Mengabaikan konvensi genosida, statuta Roma hingga terus melakukan aneksasi dan pendudukan serta menghalangi berdirinya negara Palestina ini, bukan lagi cara bertahan kolonial yang jelas bertentangan dengan hukum internasional.
Perdamaian Gaza menuju solusi dua negara itu pun, jangan disalahgunakan sebagai diam-diam langkah akhir bentuk pemutihan dan penghapusan kejahatan kolonialisme Israel selama delapan dekade. Sangat tidak fair dan pengecut, bila Israel mengelak dari tanggungjawab tindak penjajahan ini.
Propaganda dan opini sesat Israel untuk membalikan fakta kekuatan kolonial sebagai korban dan berhak melakukan self-defence serta terus menentang hak self determination, hak Palestina menentukan diri sendiri ini pun, tidak lagi mendapat dukungan.
Pengakuan dari Prancis, Inggris, Spanyol Portugal, Belgia, Luksemburg, Malta, Andora, hingga Norwegia dan Irlandia pendekatan usang berbasis modus genosida dan kekerasan militer telah ditolak peradaban berbangsa bernegara.
Ketiga, AS harus melepas dukungan diplomatik buta pada pembangkang kolonial itu. Ini adalah titik paling krusial saat ini, kebijakan Trump keluar dari lingkaran setan konspirasi zionis berikut stop veto AS, dukungan finansial, senjata AS, Inggris, Jerman, Prancis, publik dunia yakin perdamaian Israel Palestina bisa terwujud. Senjata menjadi tulang punggung kolonialisme Israel di Palestina.
Di tengah dunia mengebiri Palestina. Penduduk lebih dari 6 juta ini terus tidak diberikan status anggota penuh PBB agar tidak boleh berdiri memiliki tentara nya sendiri, memiliki senjata, bom dan pesawat yang setara Israel.
Melewati 80 tahun, dunia menyaksikan jutaan warga sipil Palestina, di negara tanpa tentara, tanpa senjata tanpa memiliki bom dan pesawat, terus dijatuhi ribuan ton bom, digempur hingga lebih 67 ribu warga tewas, 150 ribu luka, cacat dan hilang. Kemudian dari 1,5 juta warga Gaza dipaksa mengungsi tinggal di tenda tanpa makanan minuman, dan 100 ribu bangunan, rumah tinggal dan pemukiman, rumah sakit luluh lantak rata dengan tanah.
Miris. Ketidaksetaraan dari perlawanan lemparan batu Intifada hingga muncul kekuatan pejuangan Hamas, dihadapi dengan ribuan ton bom, senjata, pesawat tempur tercanggih dan sederet kapal perang modern. Israel merajalela super digdaya melakukan penjajahan yang paling telanjang di abad ke 21 ini.
Gaza berdamai. Warga menyambut datangnya kembali harapan untuk hidup. Tetap hidup melanjutkan kehidupan adalah hak paling azasi yang tidak boleh dikurangi maknanya. Benar hanya melalui perdamaian semua bisa diselamatkan.
Dunia bersorak, artinya kematian warga sipil, anak-anak, bayi, para ibu bisa dihindari. Enough is Enough.
Tidak boleh ada lagi dentuman bom yang dijatuhkan dipemukiman dan tindakan keji militer Israel menghalangi bantuan pangan masuk yang membuat rakyat kelaparan, malnutrisi dan sakit serta tak ada air untuk diminum.
Perdamaian adalah pelindung terbaik sekaligus solusi keluar dari kematian massal penduduk Palestina.
Perdamaian ini menghentikan serentak ribuan senjata, bom, tank, dan pasukan IDF terkunci tidak boleh lagi diarahkan untuk membunuh dan menghancurkan pemukiman, gedung dan rumah sakit, ambulans, tenaga medis, dan sekolah.
Gencatan senjata ini adalah pembebasan ribuan anak muda Palestina dari penjara seumur hidup di Israel. Masa damai ini harus berhasil menghentikan kelaparan sebagai senjata pembunuhan masal, dengan membuka akses masuknya bantuan, bahan pangan, obat-obatan, tenaga medis dan rekonstruksi rumah sakit.
Perdamaian disini berarti stop genosida dan agresi militer Israel, agar terjamin masa depan Palestina. Seratus ribu bangunan, tempat tinggal, rumah sakit, sekolah tak berbekas, tinggal puing yang rata dengan tanah.
Perdamaian adalah instrumen terbaik untuk mengunci dan menghentikan pembangkangan kolonial Israel. Sekaligus momen mengunci senjata, pesawat terbang dan bom Israel bisa digunakan apapun alasannya untuk dijatuhkan di pemukiman padat penduduk sipil.
Kekuatan kolonial Israel hanya tinggal senjata, tank dan ribuan bom. Itupun bergantung pada pasokan AS, Jerman, Inggris dan negara Barat lainnya.
Israel tampak super digdaya karena tanpa perlawanan Palestina. Status Palestina di PBB hanya observer, bukan anggota penuh. Palestina dikebiri, PBB gagal menghadirkan otoritas selama untuk bisa memiliki pasukan, senjata dan bom yang setara, layaknya negara Palestina.
Persenjataan dan ribuan bom yang tidak boleh lagi digunakan karena terkunci dalam kesepakatan perdamaian ini. Tak boleh ada hak membela diri bagi penjajah termasuk pembangkangannya. Super digdaya kolonial ini berikut penarikan mundur teratur pasukan, menempatkan Israel sudah terpojok secara politik seperti ucapan Trump Israel tidak bisa melawan dunia.
Kekuatan membangkang Israel pada Piagam PBB, Konvensi Genosida, pada statuta Roma, pada ratusan Resolusi DK dan Majelis Umum, tidak boleh lagi dientertained AS melalui veto dan dilindungi sebagai imunitas dan impunitasnya. AS tidak boleh lagi mengendong Israel untuk menciptakan konflik dan perang.
Berdirinya negara Palestina tidak mungkin dihalangi selamanya dan kolonialisme harus diakhiri. Israel harus sadar tidak ada tempat lain untuk hidup, selain di tanah Palestina.
Mempertahankan kolonialisme usang menduduki tanah Palestina, hanya menempatkan Israel keluar dari komunitas peradaban dunia, terus membangkang menduduki negara Palestina harus berakhir.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Center for Diplomacy - Jakarta, mantan diplomat, alumnus FISIP UI dan Monash University, PLE Priatna.