Hamas siap bebaskan sandera Israel. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 16 October 2025 09:36
Gaza: Hamas menyatakan telah menyerahkan jenazah dua sandera Israel lagi berdasarkan ketentuan perjanjian gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat (AS). Tetapi Hamas menyatakan membutuhkan waktu dan peralatan khusus untuk mengevakuasi sisa jenazah dari reruntuhan Gaza.
Pejuang Palestina tersebut menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka berkomitmen pada perjanjian tersebut, tetapi telah mengembalikan semua jenazah sandera yang berhasil dijangkau.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pasukan Israel dapat melanjutkan pertempuran di Gaza jika Hamas tidak mematuhi perjanjian tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, kantor PM Israel menyatakan bahwa Israel telah menerima -,melalui Palang Merah,- peti mati berisi jenazah para sandera yang kini sedang menunggu identifikasi resmi.
"IDF mendesak masyarakat untuk bertindak dengan penuh kepekaan dan menunggu identifikasi resmi, yang akan terlebih dahulu dikomunikasikan kepada keluarga para sandera yang meninggal," demikian pernyataan Hamas tersebut, seperti dikutip Anadolu, Kamis 16 Oktober 2025.
Jika kedua jenazah yang dikembalikan pada Rabu malam dipastikan sebagai sandera, artinya 19 orang masih belum diketahui keberadaannya di Gaza. Hamas diwajibkan untuk mengembalikan seluruh 28 sandera yang tewas sebagai bagian dari fase pertama rencana perdamaian Gaza.
Namun, sayap bersenjata Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan, "jenazah-jenazah yang tersisa membutuhkan upaya signifikan dan peralatan khusus untuk pencarian dan evakuasi, dan kami sedang berupaya keras untuk menyelesaikan masalah ini".
Sebelumnya, Israel mengatakan tidak akan berkompromi dalam hal pengembalian sandera, dengan mengatakan "misinya belum selesai".
Menteri Pertahanan Israel mengatakan ia telah menginstruksikan IDF untuk menyiapkan "rencana komprehensif" guna mengalahkan Hamas di Gaza jika perang kembali terjadi.
Setelah bertemu dengan para jenderal senior pada hari Rabu, Israel Katz mengatakan militer harus siap bertindak jika Hamas menolak untuk melaksanakan rencana perdamaian tersebut.
Pemulangan terbaru ini terjadi setelah Israel mengatakan satu dari empat jenazah yang dikembalikan oleh Hamas pada hari Selasa bukanlah salah satu sandera yang hilang.
Tiga korban tewas lainnya diidentifikasi sebagai Tamir Nimrodi, 20 tahun, Eitan Levy, 53 tahun, dan Uriel Baruch, 35 tahun, menurut Forum Keluarga Sandera.
Sebelumnya pada hari Rabu, kepala kemanusiaan PBB Tom Fletcher mendesak Israel untuk segera membuka semua penyeberangan ke Gaza untuk bantuan kemanusiaan, sebagaimana tercantum dalam rencana gencatan senjata.
Dalam sebuah unggahan di X, Fletcher mengatakan Hamas harus "berusaha keras untuk memulangkan semua jenazah para sandera yang meninggal".
"Sebagaimana telah disepakati Israel, mereka harus mengizinkan lonjakan bantuan kemanusiaan yang besar - ribuan truk per minggu - yang menjadi sandaran bagi begitu banyak nyawa, dan yang telah didesak oleh dunia,” ujar Fletcher.
Ia menyerukan "lebih banyak penyeberangan yang dibuka dan pendekatan pemecahan masalah yang tulus, praktis, untuk menghilangkan hambatan yang tersisa" dan mengatakan "menahan bantuan dari warga sipil bukanlah alat tawar-menawar".
Rencana gencatan senjata Trump, yang diterima oleh Israel dan Hamas, memperkirakan penyerahan seluruh 48 sandera akan selesai pada siang hari Senin. Hamas memulangkan seluruh 20 sandera yang masih hidup pada hari Senin.
Namun, perjanjian gencatan senjata yang ditengahi AS tampaknya mengakui bahwa Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya mungkin tidak dapat menemukan semua sisa sandera sebelum batas waktu awal pada hari Senin.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Israel juga setuju untuk menyerahkan jenazah 15 warga Palestina sebagai ganti setiap sandera Israel yang meninggal.
Israel telah mengembalikan jenazah 45 warga Palestina lainnya, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengonfirmasi pada hari Rabu, sehingga jumlah total jenazah yang dibebaskan oleh Israel menjadi 90.
Sementara itu di Gaza, penduduk melaporkan kekhawatiran yang semakin besar tentang keberlangsungan gencatan senjata - dan harga pangan melonjak karena warga Palestina menimbun makanan.
Para pedagang dan pemasok di wilayah kantong tersebut telah menimbun bahan makanan untuk menciptakan kelangkaan dan meningkatkan keuntungan, karena khawatir perang dapat berlanjut, ungkap penduduk setempat kepada BBC.
"Setiap kali kami mulai merasa aman, ancaman baru muncul, dan kami khawatir perang akan kembali lagi," kata Neven Al-Mughrabi, seorang ibu enam anak, seorang warga terlantar dari Gaza yang tinggal di Khan Younis.
"Saya kehilangan rumah di Kota Gaza, saya memutuskan untuk tinggal di sini bersama keluarga karena saya tidak percaya gencatan senjata dan kami muak dengan pengungsian,” ujar Al-Mughrabi.
Ia menambahkan bahwa seorang pedagang di pasar utama Khan Younis mengatakan permintaan tepung, minyak, dan gula melonjak dalam beberapa jam. "Meskipun harga tiba-tiba naik sekitar 30%, orang-orang tetap membeli seolah-olah mereka tidak percaya ketenangan akan berlangsung lama, semua orang takut bantuan akan berhenti," kata Neven.