Tolak Kontrol Rusia di Crimea, Trump Tuduh Zelensky Merusak Negosiasi Damai

Zelensky, Trump, dan Vance. (EPA-EFE/Jim lo Scalzo/pool)

Tolak Kontrol Rusia di Crimea, Trump Tuduh Zelensky Merusak Negosiasi Damai

Riza Aslam Khaeron • 24 April 2025 10:40

Washington DC: Presiden AS Donald Trump secara terbuka menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky karena dianggap menghambat proses perdamaian dengan Rusia. Pernyataan Trump disampaikan setelah Zelensky menolak proposal damai AS yang mensyaratkan pengakuan atas pendudukan Rusia di Crimea.

"Zelensky membanggakan diri di halaman depan Wall Street Journal bahwa 'Ukraina tidak akan mengakui secara hukum pendudukan Crimea'. Ini sangat merusak proses negosiasi damai dengan Rusia," tulis Trump melalui akun resminya di Truth Social, Rabu, 23 April 2025.

Trump menegaskan bahwa Crimea telah lama hilang sejak masa Presiden Barack Obama dan tidak seharusnya menjadi poin dalam perundingan damai. Ia mempertanyakan kenapa Ukraina tidak melawan saat Crimea dianeksasi pada 2014 jika memang ingin mempertahankannya.

"Dia bisa memilih damai atau bertarung tiga tahun lagi dan kehilangan seluruh negara," ujar Trump.

Mengutip Axios pada Selasa, 22 April 2025, proposal damai yang ditawarkan oleh AS mencakup:

  • Pengakuan resmi AS atas Crimea sebagai bagian dari Rusia.
  • Pengakuan de facto atas pendudukan Rusia di sebagian besar wilayah Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia.
  • Jaminan bahwa Ukraina tidak akan menjadi anggota NATO.
  • Kerja sama ekonomi baru antara AS dan Rusia, khususnya di bidang energi dan industri.
Sebagai imbalan, Ukraina ditawarkan:
  • Jaminan keamanan dari kelompok negara Eropa.
  • Pengembalian sebagian wilayah Kharkiv.
  • Akses tanpa hambatan atas Sungai Dnieper.
  • Bantuan rekonstruksi, meski tidak disebutkan sumber pendanaannya.
Zelensky menolak proposal tersebut. Dalam konferensi pers di Kyiv, Selasa, 22 April 2025.

"Ukraina tidak akan secara hukum mengakui pendudukan Crimea. Tidak ada yang bisa dibicarakan di sini. Ini bertentangan dengan konstitusi kami," ujar Zelensky seperti dilaporkan Wall Street Journal.

Ia juga menolak ide agar pembangkit nuklir Zaporizhzhia dikelola oleh AS dan menyatakan bahwa fasilitas itu tidak bisa dijalankan tanpa keahlian teknis Ukraina.

Zelensky mempertanyakan apa yang akan diberikan Rusia jika Ukraina mengorbankan ambisinya bergabung dengan NATO. Ia juga menyebut bahwa gencatan senjata harus didahului dengan tindakan serius dari Rusia, bukan janji sepihak.

Trump mengklaim proposal ini adalah "penawaran final" dan menyebut dirinya hanya ingin menyelamatkan ribuan tentara Ukraina dan Rusia yang mati setiap minggu.
 
Baca Juga:
Trump Usulkan Putin Pertahankan Wilayah Ukraina yang Telah Direbut

"Kita sangat dekat dengan kesepakatan, tapi orang yang tidak punya kartu untuk dimainkan harus menyadari itu dan mengakhirinya sekarang," ujar Trump di Truth Social.

Namun, menurut sumber Ukraina, proposal itu sangat menguntungkan Rusia.

"Teks itu sangat jelas soal apa yang didapat Rusia, tapi hanya menyebutkan janji samar bagi Ukraina," ujar pejabat Ukraina kepada Axios.

Di Eropa, sikap terhadap proposal ini terbagi. Inggris dan Prancis terbuka terhadap gencatan senjata model Korea, yakni pengakuan de facto atas wilayah yang dikuasai Rusia sebelum perang, tanpa pengakuan de jure.

Zelensky berada dalam posisi sulit. Konstitusi Ukraina melarang penyerahan wilayah, dan mayoritas warga Ukraina masih menolak kompromi formal. Meski survei terbaru menunjukkan 39% warga bisa menerima kompromi teritorial secara de facto untuk menghentikan perang, 50% lainnya tetap menolak.

"Upaya untuk 'menukar' Crimea demi gencatan senjata tidak akan membawa perdamaian sejati. Justru itu akan memberi preseden berbahaya: melegitimasi agresi dan mendorong rezim otoriter lain melakukan hal serupa," kata Tamila Tasheva, anggota parlemen Ukraina yang juga warga etnis Tatar Crimea, Kyiv, 22 April 2025.

Trump terus mendorong kesepakatan meski beberapa sekutu Eropa dan pejabat Ukraina tetap skeptis terhadap niat Putin. Utusan khusus AS Steve Witkoff telah bertemu Putin empat kali, namun belum ada sinyal jelas bahwa Rusia siap menghentikan perang.

Putin menawarkan gencatan senjata sepihak selama Paskah, namun Ukraina menyebut serangan tetap berlangsung. Dalam situasi ini, pertemuan puncak di London yang melibatkan AS, Ukraina, Inggris, Prancis, dan Jerman pada Rabu, 24 April 2025, menjadi penentu arah negosiasi selanjutnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Rodhi Aulia)