Wali santri Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Posko DVI Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur pada Senin malam, 6 Oktober 2025. Metrotvnews.com/Amaluddin
Amaluddin • 6 October 2025 23:02
Sidoarjo: Suasana haru menyelimuti tenda Crisis Center Posko DVI Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur pada Senin malam, 6 Oktober 2025. Dalam isak tangis keluarga, dua jenazah santri korban robohnya musala Pondok Pesantren Al Khoziny akhirnya kembali ke pelukan orang tersayang.
Sebelum diserahkan, jenazah-jenazah tersebut disalatkan bersama diiringi lantunan ayat suci Al-Qur'an. Salah satu santri yang dikembalikan kepada keluarganya adalah Aziz Pratama Yudistira, 16, remaja asal Cikarang Utara, Bekasi. Muzaini, 39, paman almarhum Aziz, tak kuasa menahan kesedihan saat menerima keponakannya.
"Dia meninggal dalam keadaan salat, rakaat ketiga. Kata dua temannya, posisi terakhirnya sujud,” kata Muzaini dengan suara bergetar, Senin, 6 Oktober 2025.
Dua saudara sepengajian Aziz berhasil selamat dari tragedi tersebut karena tidak mengikuti salat berjamaah saat itu. "Dia mondok bareng dua saudaranya, tapi dua-duanya selamat. Katanya waktu itu enggak salat, jadi di luar,” kenang Muzaini.
Beberapa jam sebelum kejadian, Muzaini sempat merasakan firasat tidak menyenangkan. Ia melihat video lawas kunjungannya ke pondok empat tahun lalu tiba-tiba muncul di TikTok dan mendapat like serta komentar baru.
"Saya lihat video lama di TikTok, waktu dulu saya sambang ke pondok empat tahun lalu. Tiba-tiba video itu dapat like dan komentar baru pas jam 12 siang. Eh, jam 3 sore saya dengar kabar pondok ambruk. Langsung lemas saya,” ucap Muzaini.
Muzaini dapat mengenali jasad keponakannya dari ciri fisik yang masih diingatnya. "Gigi depan patah satu, rambutnya botak. Wajah sudah susah dikenali, tapi saya yakin itu Aziz,” katanya dengan suara lirih.
Keluarga terakhir kali berkomunikasi dengan Aziz dua hari sebelum musibah melalui video hafalan kitab yang dikirim ustaznya. "Dia memang anaknya rajin, polos, dan sederhana. Kalau liburan, dia lebih suka di rumah sama orang tua,” kenang Muzaini.
Aziz meninggalkan seorang ibu bernama Sukarti dan ayahnya yang bekerja di pabrik Cikarang. Kepergiannya dalam posisi sujud menjadi penanda akhir perjalanan hidup santri yang taat dan rendah hati.
Di tempat terpisah, orang tua Moh Dafin, 13, juga harus merelakan anak semata wayang mereka. Khoiri dan istrinya berusaha tegar saat melihat jasad anak mereka di tenda pemandian jenazah. Ketegaran kedua orang tua itu akhirnya runtuh ketika melihat tubuh Dafin terbujur kaku. Khoiri nyaris ambruk dan harus dibantu petugas menuju ruang tunggu keluarga.
"Mereka sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya menangis,” kata salah satu petugas yang mendampingi keluarga.
Kedua orang tua itu memeluk jenazah Dafin untuk terakhir kalinya sebelum dibawa pulang ke Semarang. "Selamat jalan ya Nak. Insyaallah khusnul khotimah,” ucap Khoiri lirih.