Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Foto: MI/M. Irfan.
Jakarta: Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN) telah disahkan menjadi Undang-Undang. Hal itu secara resmi memberi kewenangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa BUMN.
Pimpinan I BPK RI, Nyoman Adhi Suryadnyana, menegaskan lembaganya akan mengedepankan three lines of defense model untuk memastikan tata kelola keuangan negara berjalan baik, termasuk yang dikelola BUMN. Pertama dari sisi manajemen.
"Kedua dari pengendalian internal, dan ketiga dari internal audit,” ujar Nyoman dikutip dari Media Indonesia, Jumat, 3 Oktober 2025.
Menurutnya, manajemen menjadi pengukur risiko pertama untuk melihat apakah kegiatan yang dilakukan penyelenggara negara mampu mencapai tujuan organisasi.
Selain itu, BPK menggunakan tolak ukur Satuan Pengendalian Internal (SPI). Menurut dia, SPI berperan penting dalam menentukan keberhasilan manajemen penyelenggara negara dalam mengoptimalkan serta mengefisienkan penggunaan sumber daya.
“Sumber daya yang dimaksud bukan hanya anggaran yang diterima, tetapi juga sumber daya manusia dan aset yang sudah terakumulasi,” ungkap Nyoman.
Ilustrasi BP BUMN. Foto: Dok. BUMN.
Nyoman menambahkan, pengawasan BPK terhadap berbagai penyelenggara negara termasuk Badan BUMN akan tertuang dalam audit internal yang dilengkapi dengan audit eksternal oleh BPK. Setelah itu, hasilnya dilaporkan kepada DPR sebagai wakil rakyat.
“Audit laporan keuangan yang dilakukan BPK bersifat mandatori setiap semester satu. Ada empat hal yang diukur, yaitu standar pencatatan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan, pengungkapan informasi keuangan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta efektivitas sistem pengendalian internal,” papar Nyoman.
Lebih jauh, BPK akan konsentrasi pada aspek pengungkapan dalam pengawasan dan audit keuangan. Menurutnya, pengungkapan menjadi kunci untuk mendorong transparansi yang selama ini belum optimal.
“Kita sering bicara soal akuntabilitas, tetapi melupakan transparansi. Padahal transparansi inilah yang akan kami fokuskan ke depan, tujuannya untuk mempercepat tata kelola pemerintahan,” sebut Nyoman.
Ia juga mengingatkan bahwa tata kelola modern dalam penyelenggara negara tidak hanya berbicara soal governance dan compliance, tetapi juga manfaat sosial dan lingkungan hidup.
“Sekarang tuntutan global sudah menambah dua hal baru, yaitu manfaat sosial dan lingkungan. Kita harus merespons dan melakukan percepatan, tidak bisa lagi konvensional,” ujar Nyoman.