Basarnas evakuasi satu jenazah dari reruntuhan bangunan musala Ponpes Al Khoziny. Dokumentasi/ Basarnas Surabaya
Sidoarjo: Tim SAR Gabungan akan melibatkan pakar konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, dalam proses pengangkatan puing-puing reruntuhan bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo. Tim ahli ini dianggap penting, lantaran struktur beton reruntuhan ternyata masih terhubung dengan bangunan lama yang kondisinya miring dan rawan roboh.
Plt Kepala Pusat Pengendalian Operasi (Kapusdalops) BNPB, Kolonel Inf Hery Setiono, mengatakan, pengangkatan puing tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Karena berpotensi menimbulkan getaran, dan menyebabkan runtuhan susulan di bangunan lama.
"Kalau kita lihat langsung di lokasi, bangunan lama di sisi selatan itu sudah dalam kondisi miring. Jadi penanganannya harus sangat hati-hati,” kata Hery, Minggu malam, 5 Oktober 2025.
Menurutnya, para pakar dari ITS Surabaya akan memberikan pendampingan teknis dan perhitungan struktur. Hal itu, agar setiap langkah pengangkatan puing dilakukan aman, tanpa menambah risiko bagi tim maupun bangunan di sekitar lokasi.
"Takutnya kalau kita asal tarik atau asal breaker, struktur bangunan lama yang masih tersambung bisa kehilangan kekuatan dan ikut roboh,” tambah Hery.
Untuk mengantisipasi hal itu, Tim SAR Gabungan akan memasang penyangga sementara pada beton konstruksi yang masih terhubung dengan bangunan lama. Langkah ini dilakukan untuk meminimalkan getaran dan tekanan berlebih saat pemotongan puing dilakukan.
"Sudah diputuskan oleh tim teknis, akan diberikan penopang atau sanggahan dulu pada bagian bangunan lama dan puing yang akan dipotong. Setelah itu baru dilakukan sistem cutting, lalu diangkat,” ujar Hery.
Hingga Minggu malam, progres pembersihan puing bangunan telah mencapai sekitar 80 persen, khususnya di jalur tengah reruntuhan yang menjadi prioritas utama karena diduga masih terdapat korban terjebak di bawah timbunan beton.
"Sektor utara dan tengah sudah kita bersihkan sekitar 80 persen, selanjutnya fokus di sisi selatan yang strukturnya paling berat dan berisiko,” kata Hery.