Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Adam Dwi.
Husen Miftahudin • 17 January 2025 15:59
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan menjelang akhir pekan ini akhirnya melemah, setelah sempat menguat saat perdagangan pagi.
Mengutip data Bloomberg, Jumat, 17 Januari 2025, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.380 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah tipis empat poin atau setara 0,02 persen dari posisi Rp16.376 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona merah pada posisi Rp16.360 per USD. Rupiah turun enam poin atau setara 0,04 persen dari Rp16.354 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp16.373 per USD. Mata uang Garuda tersebut justru naik lima poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp16.378 per USD.
(Ilustrasi. Foto: MI/Susanto)
Ramalan pertumbuhan ekonomi Indonesia disunat
Pelemahan rupiah, jelas analis pasar uang Ibrahim Assuaibi, dipengaruhi oleh langkah Bank Indonesia (BI) yang memotong prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi di angka 4,7 persen sampai 5,5 persen.
"Angka tersebut lebih rendah daripada ekspektasi sebelumnya di 4,8 persen hingga 5,6 persen karena mencermati kondisi dinamika ekonomi yang bergejolak," tutur Ibrahim.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh baik dengan kecenderungan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, dengan melihat data-data yang ada. Tercatat,
pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2024 sedikit di bawah perkiraan dipengaruhi oleh lebih rendahnya permintaan domestik, baik konsumsi maupun investasi.
Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi 2024 sedikit lebih rendah dari titik tengah, masih di atas 5,0 persen, namun di bawah 5,1 persen. Berkaca dari itu, pertumbuhan ekonomi pada 2025 juga lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Perkiraan itu karena ekspor diperkirakan lebih rendah seiring dengan melambatnya permintaan negara-negara mitra dagang utama, kecuali Amerika Serikat (AS). Konsumsi rumah tangga juga masih lemah, khususnya golongan menengah ke bawah, sehubungan dengan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.
"Pada saat yang sama, dorongan investasi swasta juga belum kuat karena masih lebih besarnya kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan, baik domestik maupun ekspor," papar dia.