Tentara Ukraina terus melawan serangan dari Rusia. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 13 March 2025 19:05
Paris: Menteri pertahanan dari lima negara militer terbesar di Eropa yaitu Prancis, Jerman, Inggris, Italia, dan Polandia menggelar pertemuan di Paris pada Rabu 12 Maret 2025 untuk membahas kerangka kerja keamanan baru bagi Ukraina di tengah mencairnya hubungan antara Amerika Serikat dan Rusia.
Menteri Pertahanan Prancis, Sébastien Lecornu, menyambut baik kemajuan diplomatik antara Washington dan Kyiv di Arab Saudi, seraya menegaskan bahwa keputusan kini berada di tangan Rusia.
"Bola sekarang ada di pihak Rusia," ujar Lecornu, seperti dikutip Euro News, Kamis 14 Maret 2025.
Saat ini, sebuah proposal gencatan senjata selama tiga puluh hari telah diserahkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pertemuan ini berlangsung sehari setelah pertemuan langka yang dihadiri oleh 34 kepala militer dari negara-negara NATO, serta Jepang dan Australia, yang juga digelar di Paris tanpa kehadiran pejabat Amerika Serikat. Langkah ini menunjukkan meningkatnya peran Eropa dalam membentuk kebijakan keamanan regional di tengah indikasi perubahan sikap AS terhadap Ukraina.
Prancis dan Inggris menjadi penggerak utama dalam menggalang dukungan bagi Ukraina. Lecornu mengonfirmasi bahwa "pada tahap ini, ada 15 negara yang berminat melanjutkan proses" penguatan jaminan keamanan bagi Ukraina. Untuk membahas usulan konkret dalam memperkuat pertahanan Ukraina, pertemuan lanjutan direncanakan berlangsung dalam dua minggu ke depan, sekali lagi tanpa melibatkan AS.
Para menteri pertahanan Eropa juga menegaskan komitmen mereka untuk terus memberikan bantuan militer bagi Ukraina. Inggris telah menjanjikan bantuan sebesar 4,5 miliar Poundsterling untuk tahun 2025, sementara Prancis, Polandia, dan negara lainnya bersiap mengirimkan tambahan peralatan militer. Dalam pernyataan bersama, mereka menekankan pentingnya memperkuat kapasitas pertahanan Eropa melalui peningkatan anggaran militer dan memperluas produksi senjata di seluruh benua.
Namun, upaya membangun strategi pertahanan yang terpadu di Eropa masih menghadapi tantangan besar. Perbedaan sistem persenjataan di masing-masing negara membatasi interoperabilitas dan efektivitas pelatihan bersama.
Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, mendesak perlunya pendekatan yang lebih terkoordinasi dalam pengadaan militer dan memperingatkan bahwa Eropa "tidak bisa membuang waktu untuk birokrasi yang tidak perlu."
Meskipun ada upaya memperkuat kerja sama militer, kemungkinan pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina tampaknya semakin kecil. Lecornu menegaskan bahwa saat ini ada dua prioritas utama yang lebih mendesak, yaitu menjaga keamanan di Laut Hitam dan melindungi pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina dari ancaman potensial.
Lecornu juga menolak gagasan bahwa Ukraina di masa depan harus menjadi negara yang ter demiliterisasi. Pandangan ini didukung oleh Menteri Pertahanan Italia, Guido Crosetto, yang menyatakan bahwa "tidak ada masa depan bagi Ukraina tanpa kemampuan untuk mempertahankan diri."
Dalam menghadapi tantangan geopolitik yang semakin kompleks, para pemimpin Eropa menegaskan perlunya langkah konkret dan terkoordinasi untuk memastikan keamanan Ukraina tetap terjamin di tengah dinamika global yang terus berkembang.
(Muhammad Reyhansyah)