Lobi Tarif Trump, Ini Rincian Kocek Indonesia Beli Produk AS senilai USD34 Miliar

Ilustrasi, negosiasi tarif resiprokal RI-AS yang diwakili Menko Perekonomian RI Airlangga Hartarto dengan USTR Representative Jamieson Greer. Foto: dok Kemenko Perekonomian.

Lobi Tarif Trump, Ini Rincian Kocek Indonesia Beli Produk AS senilai USD34 Miliar

Insi Nantika Jelita • 13 July 2025 13:00

Jakarta: Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan untuk Urusan Ekonomi Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, pemerintah berusaha keras mencapai kesepakatan dengan otoritas Amerika Serikat (AS) dalam tiga minggu ke depan.

Ia mengungkapkan, pendekatan negosiasi yang dilakukan pemerintah menyesuaikan dengan karakter Trump yang lebih mengedepankan hubungan bilateral dibanding multilateral. 

"Oleh karena itu, Indonesia pun merespons dengan menawarkan pembelian produk-produk asal Amerika Serikat senilai USD34 miliar," ucap Fithra dalam program Kontroversi bertajuk Tarif Kejam Trump yang disiarkan di YouTube Metro TV, dikutip Minggu, 13 Juli 2025.

Rincian dari tawaran tersebut antara lain berasal dari sektor pertanian, yakni rencana impor kedelai sebesar USD2,5 juta, pembelian bungkil kedelai (soybean meal/SBM) senilai USD1,5 juta, impor gandum sebesar USD500 juta, kapas sebesar USD200 juta.

Selain itu, Indonesia juga berencana membeli berbagai produk migas, seperti elpiji senilai USD3 miliar, minyak tanah (kerosin) sebesar USD4 miliar, produk oil dan scent sebanyak USD8 miliar. Tak hanya itu, Indonesia juga menawarkan pembelian pesawat sebesar USD3 miliar, jasa layanan senilai USD11 miliar, dan beberapa komoditas lainnya.

"Dengan meningkatkan pembelian produk-produk Amerika Serikat, bisa mengurangi defisit perdagangan," jelas dia.
 

Baca juga: Rayu Trump, Indonesia Bakal Beli Produk Pertanian dan Energi AS senilai Rp500 Triliun


(Presiden AS Donald Trump menunjukan daftar negara-negara dengan besar tarif yang dikenakan. Foto: EPA-EFE/KENT NISHIMURA/POOL)
 

Gunakan pendekatan bilateral dan multilateral 


Fithra yang merupakan ekonom senior dari PT Samuel Sekuritas Indonesia itu menambahkan, terkait rencana pembangunan pabrik di AS, model yang dibutuhkan bukanlah pabrik yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, melainkan pabrik yang bersifat padat keterampilan (skill-intensive).

"Intinya, apakah kita akan memenuhi syarat yang diminta? Ya, kita akan berusaha untuk memenuhinya," papar dia.

Di sisi lain, lanjutnya, Indonesia juga tidak meninggalkan jalur multilateral. Dalam pertemuan tingkat Menteri ASEAN baru-baru ini, telah tercapai konsensus bersama untuk merespons kebijakan tarif AS secara kolektif. Hal serupa juga terlihat dalam keterlibatan Indonesia di forum BRICS

Perkembangan kerja sama perdagangan seperti EU-CEPA juga menunjukkan percepatan, seiring dengan kekhawatiran Uni Eropa terhadap dampak tarif AS yang mendorong mereka lebih terbuka terhadap negara-negara mitra, termasuk Indonesia. 

"Seluruh pendekatan yang bersifat positif, baik bilateral maupun multilateral perlu dijalankan secara paralel," tegas Fithra.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)