Industri Tekstil Terancam Berhenti Produksi Imbas Predatory Pricing di Social Commerce

Ilustrasi industri tekstil. Foto: MI/Atet

Industri Tekstil Terancam Berhenti Produksi Imbas Predatory Pricing di Social Commerce

Annisa ayu artanti • 25 September 2023 18:32

Bandung: Para pelaku usaha dan industri tekstil di Jawa Barat (Jabar) terancam berhenti berproduksi imbas praktik predatory pricing di platform social commerce.

Praktik predatory pricing tersebut secara nyata mulai dirasakan khususnya oleh para pelaku usaha tekstil yang mengalami turunnya permintaan, sehingga menekan omzet bahkan lebih lanjut berdampak pada penurunan produksi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pegawai UMKM.

Di kabupaten Bandung, Kecamatan Majalaya, Jawa Barat misalnya, sebagai kawasan yang penduduknya menjalani usaha pertekstilan pada hari biasa ramai aktivitas produksi. Namun sejak Lebaran hingga saat ini, penurunan produksi terus terjadi hingga beberapa pabrik tak mampu lagi bertahan untuk terus berproduksi.

"Kami bersama para pelaku industri pakaian jadi dan tekstil membahas tentang hal ini dan memang ada penurunan yang cukup drastis karena pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim, kerudung, pakaian jadi yang dijual di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terpantau anjlok. Akibatnya permintaan terhadap pakaian, kain, dan tekstil menurun drastis," ucap Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dikutip Senin, 25 September 2023..
 
Baca juga: Maraknya Impor Pakaian Bekas Picu Permintaan Produk Tekstil Menurun

Harga pokok penjualan UKM tak mampu bersaing

Menteri Teten mengatakan, produk mereka kalah bersaing bukan karena kualitas, tetapi soal harga yang tidak masuk Harga Pokok Penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil yang tidak mampu bersaing.

"Saya mendapat informasi ada indikasi marak impor pakaian jadi maupun produk tekstil yang tak terkendali. Harga yang murah ini adalah predatory pricing di platform online, memukul pedagang offline dan dari sektor produksi konveksi juga industri tekstil dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," ucap Teten.

Menurut Teten, hal itu terjadi juga karena didorong adanya aturan safe guard yang tidak berjalan dengan semestinya. Untuk itu, Pemerintah berupaya untuk membenahi dan berkoordinasi dengan Mensesneg untuk langkah ke depan.

Tak hanya itu, Teten juga merasa perlu ada Harga Pokok Produksi (HPP) khusus di produk tekstil. Sebab di Tiongkok saja menerapkan model barang masuk di sana tidak boleh di bawah HPP.

"Kalau kita terapkan itu, bisa melindungi industri dalam negeri," ujar Teten.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Annisa Ayu)