Ilustrasi. Foto: MI/Atet Dwi Pramadia
Jakarta: Masyarakat pesimistis pemerintahan Prabowo-Gibran dapat mengatasi persoalan utang negara yang telah menumpuk.
Hal itu ditemukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) berdasarkan telaahan perbincangan warganet (netizen) dalam 15 hari terakhir yang ditangkap dari platform X.
Indef menyisir perbincangan warganet dalam 15 hari terakhir mengenai utang Indonesia. Setidaknya terdapat 22 ribu perbincangan dari 18.977 akun dengan mengecualikan media dan pendengung (buzzer).
"Para netizen yang 18 ribu akun tadi, angkanya 72,5 persen pesimis bahwa utang ini akan mampu diselesaikan atau ditangani oleh pemerintahan Prabowo-Gibran," ujar Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto dalam diskusi bertema Warisan Utang untuk Pemerintahan Mendatang, Jakarta, dilansir Media Indonesia, Kamis, 4 Juli 2024.
"Ini menggambarkan betapa pegiat sosial media atau netizen merasa kondisi keuangan negara sudah terlalu buruk sehingga optimisme menipis," imbuh dia.
Dari netizen yang pesimistis itu, didapati pula perbincangan bahwa kondisi utang Indonesia saat ini dikhawatirkan dapat membuat negara kolaps. Hal tersebut, kata Eko, sedianya masih teramat jauh. Namun itu menunjukkan tingginya kekhawatiran masyarakat pada kondisi utang negara.
Kendati demikian kekhawatiran netizen itu dianggap rasional lantaran nilai utang Indonesia terus mengalami kenaikan. Tahun depan, misalnya, negara harus menyediakan Rp800 triliun untuk membayar utang jatuh tempo.
Total utang jatuh tempo Indonesia
Sementara dalam periode 2024-2029, total utang jatuh tempo Indonesia diperkirakan mencapai Rp3.749 triliun. Itu termasuk dalam nilai utang Indonesia yang hingga Mei 2024 tercatat menembus Rp8.300 triliun.
Utang yang ditarik pemerintah itu juga dianggap sebagai beban oleh 79 persen netizen. Sementara hanya 21 persen yang menyatakan utang tersebut bermanfaat. Eko menilai itu harus menjadi perhatian bagi pemerintah untuk bisa lebih bijak melakukan pengadaan utang.
Kondisi utang Indonesia itu juga disimpulkan oleh netizen bahwa Presiden Joko Widodo mengingkari janjinya. Itu dikaitkan dengan janji Jokowi ketika pertama kali berkampanye di 2014 yang menyatakan bakal membereskan ihwal utang negara.
Alih-alih teratasi, justru selama satu dekade menjadi presiden, Jokowi memecahkan rekor sebagai Kepala Negara di Indonesia yang menambah utang dalam jumlah besar. Itu terlihat dari rasio utang era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkisar 25 persen hingga 26 persen dari PDB menjadi di kisaran 38 persen hingga 40 persen pada era Jokowi.
"Dulu awal-awal Jokowi memerintah berjanji mengurangi utang, tapi kita di-prank, yang terjadi kenaikan utang tertinggi sepanjang sejarah terjadi di era Jokowi. Pada masa SBY 25-26 persen terhadap PDB, sekarang sudah hampir 40 persen," tutur Eko. (M Ilham Ramadhan)