Ekonomi Semakin Tak Pasti, Kebijakan Pemerintah Harus Lebih Cepat

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Ekonomi Semakin Tak Pasti, Kebijakan Pemerintah Harus Lebih Cepat

Fetry Wuryasti • 28 December 2023 16:06

Jakarta: Ekonom Senior Indef Aviliani mengatakan semakin cepatnya perubahan ekonomi di skala global dan domestik, pemerintah harus lebih cepat dalam melakukan penyesuaian atau membuat kebijakan untuk mengakomodasi dinamika tersebut, terutama menopang sektor riil.
 
Dia menekankan, di dalam kepastian itu adalah ketidakpastian itu sendiri, berlaku dalam hal perubahan ekonomi. Alasannya siklus krisis ekonomi jaraknya semakin pendek, bahkan diperkirakan 2024 dan 2025 kemungkinan masih akan ada krisis.
 
"Sehingga regulator dan pemerintah dengan ketidakpastian ini harus membuat kebijakan yang lebih cepat," kata Aviliani, dalam diskusi publik INDEF membahas Evaluasi Ekonomi Nasional dari Perspektif Ekonom Perempuan, Kamis, 28 Desember 2023.
 
Selama ini yang pemerintah lakukan adalah berbasis aturan (rule based), yang seringkali merugikan diri sendiri. Sebab dalam rule based, proses di dalam pengambilan kebijakan yang sangat panjang, padahal siklus krisis semakin pendek, yang membutuhkan kebijakan dengan lebih cepat.
 
"Oleh karena bisa dilihat banyak kebijakan yang terjadi justru bisa merugikan kita sendiri. Akibatnya kita kehilangan momentum untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi akibat tidak fleksibel dalam membuat kebijakan," tutur dia.
 
Oleh karena itu menurutnya ke depan, undang-undang harus semakin sedikit jumlahnya. Sebab undang-undang sifatnya hanya besaran saja, tapi seharusnya kebijakan lebih pada level Surat Edaran (SE), ataupun kebijakan kementerian. Sehingga tidak harus selalu menerbitkan undang-undang.
 
"Kalau itu tidak dilakukan ke depan, Indonesia akan selalu ketinggalan momentum, sehingga 2045 Indonesia Emas tidak akan bisa tercapai," kata Aviliani.

Baca juga: Ekonomi Indonesia Seharusnya Bisa Tumbuh Mencapai 6%
 

Sektor rill jadi kunci penting

 
Sektor riil menjadi kata kunci penting dalam kebijakan, karena kebijakan moneter dan perbankan memiliki kecenderungan melihat kepada bagaimana aktivitas sektor riil.
 
"Selama ini sering terbalik. Selalu yang disalahkan adalah kebijakan moneter dan perbankannya tetapi sektor riilnya tidak digerakkan. Ini yang sebenarnya dalam kebijakan atau pemerintah seharusnya menggerakkan sektor riilnya, maka otomatis perbankan akan ikut di belakangnya," kata Aviliani.
 
Kemudian, terkait dengan kebijakan fiskal, yang biasanya jumlahnya tidak besar, hanya sekitar delapan persen daripada PDB. Tapi instrumen fiskal sangat penting untuk menggerakkan ekonomi baik digunakan secara insentif atau untuk menggerakkan sektor-sektor infrastruktur.
 
Tiga kebijakan ini harusnya berjalan bersama-sama, tidak bisa dipisah-pisahkan. Ini yang memang menjadi perhatian ekonom bahwa selama ini banyak sekali kebijakan yang mendorong perbankan lebih dulu tapi sektor riil tidak didorong.
 
"Ini yang akan menyebabkan kredit macet. Jadi memang kebijakan-kebijakan ini harus bersama-sama," kata Aviliani.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)