Suara Kritis Masih Terbungkam UU ITE

Aktivis lingkungan Daniel Frits Tangkilisan ditahan oleh Kejaksaan Negeri Jepara. Foto: Dok istimewa

Suara Kritis Masih Terbungkam UU ITE

Atalya Puspa • 28 January 2024 21:13

Jakarta: Penahanan aktivis lingkungan Daniel Frits Tangkilisan oleh Kejaksaan Negeri Jepara akibat seruannya di sosial media terkait kondisi lingkungan Karimunjawa menandakan bahwa Undang-Undang Informasi dan Teknologi (UU ITE) masih menjadi senjata yang ampuh untuk menyerang pihak-pihak yang berupaya untuk kritis.

“Kasus Daniel dan rekan-rekan aktivis lainnya di Karimun Jawa merupakan bukti nyata bagaimana UU ITE rentan disalahgunakan untuk membungkam suara-suara kritis,” kata Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Nenden S. Arum saat dihubungi, Minggu, 28 Januar 2024.

Revisi UU ITE yang telah disahkan pemerintah baru-baru ini, kata Nenden, nyatanya tidak mencegah adanya kriminalisasi. Bahkan, kasus-kasus baru yang menggunakan UU ITE 3.0 sudah mulai bermunculan. Padahal, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan agar tidak boleh adanya tuntutan pidana atau perdata bagi pejuang lingkungan.

Menurut dia, penyusunan UU ITE perlu dilakukan dengan membuka ruang yag luas untuk partisipas publik yag bermakna, menerima masukan-masukan dari masyarakat yang akan terdampak dari penerapan aturan tersebut.

“Karena revisi kedua uu ite ini sudah disahkan, rasanya akan sulit untuk direvisi kembali meskipun masih bisa dilakukan, dan yang paling penting dalam waktu dekat adalah memastikan implementasinya di lapangan bisa sesuai dengan tujuan awal revisi UU ITE untuk menekan angka kriminalisasi," ujar dia.
 

Baca juga: 

Penerapan UU ITE Terhadap Aktivis Lingkungan Daniel Frits Dinilai Mengada-ada



Adapun, berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah, keberadaan tambak udang intensif yang disebut Daniel bermula dari proyek tambak udang vaname pada 2016 yang terus berkembang. Puncaknya pada tahun 2020-2021 terdapat 33 titik tambak. 

Limbah padat dan cair dari tambak tersebut dibuang ke laut, mencemari air laut dan merugikan sumber daya seperti rumput laut, kerang, kerapu dan lobster yang dibudidayakan masyarakat setempat.

Di samping itu, limbah di laut Karimunjawa juga menyebabkan pertumbuhan lumut yang merugikan para nelayan tepi maupun laut dalam. Kapal-kapal mereka yang bersandar di sekitar dermaga menjadi berlumut, memaksa nelayan untuk pergi ke pulau lain demi membersihkan kapal mereka.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)