Kepala TETO Indonesia, John Chen. (Medcom.id/Harianty)
Marcheilla Ariesta • 23 December 2024 17:59
Jakarta: Taiwan Economic and Trade Office in Indonesia (TETO) membantah tegas kesalahan interpretasi Resolusi 2758 Majelis Umum PBB. Mereka juga menyampaikan adanya implikasi keliru terhadap status Taiwan dalam Pernyataan Bersama Indonesia-Tiongkok.
TETO juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk waspada terhadap upaya Tiongkok dalam merusak perdamaian regional serta bersama-sama menjaga keamanan dan stabilitas di Selat Taiwan dan regional.
Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan bersama dengan Tiongkok “Joint Statement Between the People’s Republic of China and the Republic of Indonesia on Advancing the Comprehensive Strategic Partnership and the China-Indonesia Community with a Shared Future”. Dalam pernyataan tersebut disebutkan, “Indonesia menegaskan kembali komitmen yang konsisten terhadap Prinsip Satu Tiongkok dalam Resolusi 2758 Majelis Umum PBB dan mengakui bahwa Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (PRC) adalah satu-satunya pemerintahan sah yang mewakili seluruh Tiongkok dan Taiwan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Tiongkok”.
“Taipei Economic and Trade Office in Indonesia (TETO) menyampaikan protes keras terhadap kekeliruan ini,” demikian dikutip dari opini yang ditulis Kepala Perwakilan TETO di Indonesia, John Chen.
Menurut Chen, Taiwan sudah menjadi negara mandiri. Resolusi 2758 yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1971 hanya menentukan atribusi perwakilan Tiongkok di PBB dan tidak pernah menyebutkan bahwa Taiwan adalah bagian dari Republik Rakyat Tiongkok (PRC).
Resolusi tersebut tidak menyebutkan Taiwan dalam keseluruhan teks dan juga tidak mengakui Taiwan sebagai bagian dari Republik Rakyat Tiongkok (PRC). Resolusi tersebut hanya menentukan atribusi perwakilan Tiongkok di PBB.
Menurut Chen, Tiongkok secara sepihak menggunakan kesalahan tafsir terhadap Resolusi 2758 Majelis Umum PBB sebagai “Prinsip Satu Tiongkok” dan dengan keliru mengklaim bahwa resolusi tersebut telah secara politik, hukum dan prosedur, menyelesaikan masalah perwakilan Taiwan di PBB yang termasuk bagian dari Republik Rakyat Tiongkok (PRC), di mana hal tersebut sepenuhnya tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta sejarah.
Chen menambahkan, walaupun Taiwan dan Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik yang formal, namun kedua negara mempunyai hubungan kerja sama yang erat di berbagai bidang.
“Taiwan adalah mitra dagang terbesar ke-10 bagi Indonesia dan salah satu sumber utama investasi asing. Saat ini terdapat lebih dari 2.000 pengusaha Taiwan yang meramaikan pasar Indonesia dan telah menciptakan lebih dari 500.000 lapangan kerja di berbagai daerah di Indonesia,” kata Chen.
Pemerintah Taiwan, lanjut dia, telah menerapkan “Kebijakan Baru ke Arah Selatan” sejak 2016 dan sampai saat ini Taiwan-Indonesia telah menandatangani 29 MoU.
“Saya berharap Taiwan dan Indonesia dapat terus memperkuat kerja sama di tingkat substantif di bidang ekonomi, perdagangan, kesehatan, pertanian, pendidikan, kebudayaan, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya,” tegasnya.
Chen mengatakan, beberapa tahun terakhir, Tiongkok secara sepihak mengubah status quo di Selat Taiwan melalui ancaman militer, disinformasi, strategi zona abu-abu, pemaksaan ekonomi, dan menghalangi partisipasi internasional Taiwan, yang secara serius telah merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan serta keamanan dan kemakmuran regional.
Menurutnya, perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan tidak hanya berdampak pada keamanan dan kemakmuran kawasan Indo-Pasifik, tetapi Taiwan juga memainkan peran penting dalam rantai pasokan global.
Ia mencontohkan, Taiwan memiliki klaster industri semikonduktor terlengkap di dunia dengan lebih dari 60 persen chip dan 92 persen chip tercanggih diproduksi di Taiwan.
“Apabila terjadi konflik di Selat Taiwan, hal ini akan berdampak serius pada arus transportasi laut dan udara dan perdagangan di kawasan Indo-Pasifik dan global serta menimbulkan kerugian besar bagi perekonomian global,” sebut Chen.
Menurut dia, hal tersebut berdampak pada kehidupan dan keselamatan 400.000 WNI yang saat ini belajar dan bekerja di Taiwan.
“Perdamaian dan stabilitas di selat Taiwan sangat berkaitan dengan keselamatan WNI di Taiwan dan kepentingan ekonomi dan perdagangan nasional Indonesia,” ujar Chen dalam opininya tersebut.
Chen menambahkan, Indonesia dan Taiwan adalah negara yang menghormati demokrasi, supremasi hukum, kebebasan dan hak asasi manusia.
“Pemerintah Taiwan berharap dapat terus memperdalam pertukaran dan kerja sama di berbagai bidang seperti ekonomi, perdagangan, pertanian, dan pendidikan atas dasar hubungan yang bersahabat antara Taiwan dan Indonesia,” kata Chen.
“Taiwan meminta kepada pemerintah Indonesia dan seluruh lapisan masyarakat untuk menghadapi upaya jahat Tiongkok yang salah menafsirkan Resolusi 2758 Majelis Umum PBB dan menyamakannya dengan Prinsip Satu Tiongkok,” sambung dia.
Ia meminta Indonesia menentang upaya sepihak penghancuran status quo di Selat Taiwan dan menekankan pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
“Ini untuk kepentingan nasional semua negara untuk mengekang ekspansi otoritarianisme Tiongkok dan menjaga tatanan internasional yang berbasis aturan dan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka,” pungkas Chen.
Baca juga: 48 Tahun Kemitraan Indonesia-Taiwan, Bantu Petani Berdaya Saing