Ilustrasi banner pajak - - Foto: MI/ Arya Manggala
Media Indonesia • 9 March 2024 17:51
Jakarta: Manajer Riset dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menuturkan, pemerintah perlu memperhatikan dampak penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025 terhadap masyarakat golongan bawah. Pasalnya, itu akan menambah pengeluaran tiap individu.
"Perlu mengelola dampaknya terhadap kelompok menengah bawah. Mengingat PPN adalah pungutan yang regresif. Ada potensi dampak sosial bagi masyarakat bawah. Untuk itu pemerintah bisa berikan bantuan sosial sebagai bantalan sosial bagi masyarakat bawah," ujar Fajry saat dihubungi, Sabtu, 9 Maret 2024.
Penaikan tarif PPN sedianya telah diatur dalam Undang Undang 7/2023 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. UU tersebut mengamanatkan pemerintah menaikkan tarif pajak menjadi 12 persen paling lambat mulai 1 Januari 2025.
Karena telah diatur dalam UU, kata Fajry, hal yang paling krusial adalah pengelolaan atas dampak yang timbul akibat tarif baru tersebut. Selain menambah bantuan sosial kepada masyarakat menengah bawah, pemerintah juga dinilai perlu mampu mengelola dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi.
Meski diakui tak akan memiliki dampak besar pada peningkatan inflasi karena banyaknya fasilitas PPN bagi objek tertentu dan ambang batas Pengusaha Kena Pajak (PKP) masih cukup tinggi, pemerintah diminta tetap waspada.
"Hasil estimasi dahulu kisarannya akan berkontribusi 0,4 persen (terhadap inflasi). Perlu koordinasi antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Dalam Negeri, dan pemerintah daerah untuk menstabilkan harga," tegas Fajry.
Baca juga: Pemda Didorong Optimalkan Pajak dan Retribusi Daerah