IMF. Fptp: Flickr.
Beijing: Risiko terhadap ekonomi Asia diprediksi meningkat karena meningkatnya ketegangan perdagangan, kesengsaraan sektor properti Tiongkok, dan potensi turbulensi pasar.
Dana Moneter Internasional (IMF) menjelaskan tekanan harga terus-menerus dari Tiongkok dapat memicu ketegangan perdagangan dengan merugikan sektor-sektor di negara-negara tetangga dengan struktur ekspor serupa. IMF mendesak Beijing untuk mengambil langkah-langkah guna mencapai pemulihan ekonomi yang lebih didorong oleh permintaan.
"Perlambatan yang lebih lama dan lebih besar dari yang diharapkan di Tiongkok akan merugikan kawasan dan ekonomi global," kata IMF dalam laporan prospek ekonomi regional untuk Asia dikutip dari
Channel News Asia, Jumat, 1 November 2024.
Respons kebijakan Tiongkok sangat penting dalam konteks ini. IMF pun menyerukan perlunya langkah-langkah untuk memfasilitasi penyesuaian sektor properti dan memperkuat konsumsi swasta.
Dalam perkiraan terbarunya, IMF memperkirakan ekonomi Asia akan tumbuh 4,6 persen pada tahun 2024 dan 4,4 persen pada tahun 2025 dengan kebijakan moneter yang lebih longgar di seluruh dunia yang diperkirakan akan meningkatkan permintaan swasta tahun depan.
Proyeksi untuk tahun 2024 dan 2025 direvisi naik sebesar 0,1 poin persentase dari perkiraan IMF yang dibuat pada April, tetapi lebih rendah dari ekspansi 5,0 persen pada 23.
"Risikonya condong ke arah negatif karena langkah pengetatan moneter sebelumnya dan ketegangan geopolitik dapat merugikan permintaan global, meningkatkan biaya perdagangan, dan mengguncang pasar," kata IMF.
Risiko akutnya adalah meningkatnya tarif pembalasan antara mitra dagang utama yang akan memperburuk fragmentasi perdagangan dan menghambat pertumbuhan di kawasan tersebut.
Pengaruh perubahan suku bunga
IMF mengatakan turbulensi pasar baru-baru ini juga dapat menjadi pertanda terjadinya volatilitas di masa mendatang karena pasar memperkirakan pemotongan suku bunga tambahan yang besar oleh Federal Reserve AS, dan kenaikan suku bunga bertahap oleh Bank Jepang.
"Perubahan mendadak dalam ekspektasi jalur kebijakan ini dapat menyebabkan nilai tukar menyesuaikan diri secara tajam, dengan dampak ke segmen pasar keuangan lainnya," kata laporan itu.
"Meskipun volatilitas itu sendiri belum tentu berbahaya, namun dapat merusak kepercayaan konsumen dan investasi," katanya.
IMF memperkirakan ekonomi Tiongkok tumbuh 4,8 persen pada tahun 2024, naik 0,2 poin dari perkiraannya pada bulan April tetapi lebih lambat dari kenaikan 5,2 persen tahun lalu. Pertumbuhan negara itu diperkirakan akan melambat lebih lanjut menjadi 4,5 persen pada tahun 2025.