Uji Materi UU Pilkada, MK Diminta Larang Presiden, Wakil Presiden dan Menteri Kampanye

Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id

Uji Materi UU Pilkada, MK Diminta Larang Presiden, Wakil Presiden dan Menteri Kampanye

Dinda Shabrina • 11 July 2024 20:24

Jakarta: Dua mahasiswa Fakultas Hukum dari Universitas Sahid Jakarta, Muhammad Fauzi Azhar dan Aditya Ramadhan Harahap melakukan uji materi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Poin yang diajukan untuk dilakukan uji materi ialah Pasal 70 ayat 1 huruf b UU Pilkada.

Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan aparatur sipil negara, kepolisian dan tentara. Kedua mahasiswa itu meminta agar beleid larangan kampanye itu dibuat juga untuk presiden, wakil presiden dan menteri/wakil menteri serta kepala badan/lembaga negara.

Alasan Fauzi dan Aditya karena mengajukan permohonan tersebut juga disebabkan perhelatan pemilu 2024 yang belum lama ini berlangsung, telah terjadi banyak pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan lembaga-lembaga negara yang berdampak pada jatuhnya wibawa negara. Tidak hanya di mata masyarakat Indonesia, namun juga di mata masyarakat internasional.

Selain itu, menurut kuasa hukum dari kedua mahasiswa tersebut, Viktor Santoso Tandiasa, mengungkapkan menjadi ironis ketika dalam ketentuan dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b melarang ASN, anggota kepolisian dan anggota TNI berkampanye dengan alasan untuk menjaga wibawa dan martabat penyelenggara negara, namun pada tingkat presiden/wakil presiden, menteri/wakil menteri, serta kepala badan/lembaga negara tidak dilarang.

“Padahal sama-sama merupakan penyelenggara negara yang juga harus menjaga wibawa dan martabat penyelenggara negara,” kata Viktor, Kamis, 11 Juli 2024.
 

Baca juga: Pucuk Pimpinan Sejumlah Lembaga Negara Rontok, Indonesia Darurat Moral


Ia mengungkapkan, sebagaimana diketahui bahwa aktivitas berkampanye pada kontestasi politik yang melibatkan presiden/wakil presiden, menteri/wakil menteri dan kepala badan/lembaga negara, aparatur sipil negara sangat rentan menimbulkan persoalan.

“Beberapa persoalan itu antara lain menimbulkan ketidakadilan bagi peserta pilkada lainnya. Selain itu juga rentan dengan penyalahgunaan kekuasaan, seperti contoh menteri yang menggunakan jabatannya melakukan kampanye pada kementeriannya. Rentan dengan pelanggaran etik saat berkampanye,” ungkap Viktor.

“Walaupun sudah mengambil cuti, namun tetap tidak menghilangkan relasi kekuasaannya untuk mendapatkan akses atau perlakuan berbeda dengan peserta yang tidak mendapat dukungan penyelenggara negara,” tambah Viktor.

Pengajuan uji materi itu, lanjut Viktor, semata-mata untuk menjamin serta memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral dan etik dalam penyelenggaraan pilkada dalam suatu masyarakat yang demokratis.

“Apalagi dalam penyelenggaraan pilkada 2024 banyak bakal calon yang memiliki hubungan semenda (kekeluargaan) baik secara horizontal ataupun vertikal baik kepada wakil presiden terpilih, juga kepada menteri, dan pimpinan badan atau lembaga negara lainnya. Hal ini tentunya dalam penalaran yang wajar dapat terjadi kembali berbagai macam pelanggaran etik penyelenggara negara dan atau kegaduhan politik dalam kontestasi pilkada 2024,” kata Viktor.

Oleh karena itu, Viktor merasa permintaaan mereka untuk melakukan uji materi UU Pilkada dapat segera disidangkan dan diputus untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)