Wujudkan Indonesia Emas, Prabowo Mesti Konsisten Perkuat Penegakan Hukum

Ilustrasi. Medcom.id

Wujudkan Indonesia Emas, Prabowo Mesti Konsisten Perkuat Penegakan Hukum

Siti Yona Hukmana • 12 November 2024 21:02

Jakarta: Mewujudkan Indonesia Emas disebut tak hanya soal sumber daya manusia (SDM). Penguatan penegakan hukum sangat dibutuhkan, supaya perwujudan Indonesia Emas tak melenceng dari norma.

"Sebab, mustahil mewujudkan Indonesia Emas dengan kekacauan penegakan hukum karena tidak tertib dalam bernegara," kata pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi dalam keterangan tertulis, Selasa, 12 November 2024.

Menurut dia, ada pekerjaan rumah yang perlu dijadikan fokus Prabowo Subianto. Sebagai Presiden, Prabowo diminta menggandeng DPR untuk menyoroti kinerja penegak hukum, khususnya KPK dan Kejaksaan.

"Oleh karena itu diharapkan Presiden Prabowo Subianto, Menko Polhukam dan DPR bisa mengevaluasi KPK dan Kejaksaan," kata Haidar.

Haidar memandang saat ini KPK dan Kejaksaan seperti matahari kembar dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebab, kedua lembaga penegak hukum itu sering tumpang tindih dalam menangani kasus hukum.

"Fenomena matahari kembar antara KPK dengan Kejaksaan tidak hanya berpotensi menimbulkan gesekan antar institusi, tapi juga kekacauan penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," ungkap Haidar.
 

Baca Juga: 

Penugasan Terkait Perkara Impor Gula Dianalisis


Ia menjelaskan ada tiga institusi yang bertugas menangani kasus korupsi, yakni KPK, Kejaksaan, dan Polri. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK dan Kejaksaan sama-sama dapat menjalankan fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Sedangkan, Polri hanya terbatas pada fungsi penyelidikan dan penyidikan.

Menurut Haidar Alwi, undang-undang telah mengatur dengan jelas kewenangan masing-masing agar tidak tumpang-tindih. Berdasarkan Pasal 11 Ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, kasus korupsi dengan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar ditangani KPK.

Sementara itu, kasus korupsi dengan kerugian di bawah Rp1 miliar wajib ditangani atau diserahkan kepada Kejaksaan dan Polri. Namun, Haidar menilai pelaksanaan dari regulasi itu kacau balau.

Hal itu, karena KPK yang seharusnya menangani kasus besar malah sering menangani kasus kecil. Sebaliknya, Kejaksaan yang seharusnya menangani kasus kecil malah mengambil kasus besar seperti Asabri, Jiwasraya, BTS Kominfo, kasus Timah, dan lain-lain.

"Hanya Polri yang 'on the track', tertib sesuai undang-undang," ujar Haidar Alwi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)