Partisipasi Pemilih Turun, Penyelenggara Dinilai Perlu Evaluasi Total Pilkada 2024

TPS ilustrasi. Foto: Metrotvnews.com/Meilikhah.

Partisipasi Pemilih Turun, Penyelenggara Dinilai Perlu Evaluasi Total Pilkada 2024

Tri Subarkah • 28 November 2024 19:18

Jakarta: Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Center for Public Policy Research Arfianto Purbolaksono menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada 2024. Salah satunya, terkait turunnya partisipasi publik. 

Ia menilai sosialisasi yang dilakukan KPU tak semasif Pemilu 2024. Persiapan pilkada juga dinilai kurang optimal.

"Saya melihat bahwa dengan jadwal kegiatan KPU hingga KPUD yang sangat padat pada kegiatan Pemilu 2024, tampaknya persiapan pilkada kurang optimal terutama terkait dengan sosialisasi pemilih," jelas Afrianto kepada Media Indonesia, Kamis, 28 November 2024.

Ia juga menilai partai politik bertanggung jawab atas turunnya partisipasi publik dalam Pilkada 2024. Parpol dinilai perlu melakukan evaluasi, khususnya terkait rekrutmen politik calon kepala daerah. Rekrutmen merupakan salah satu fungsi terpenting partai yang telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang tentang Partai Politik.

"Jika fungsi rekrutmen politik hanya berdasarkan kepentingan oligarki internal partai, maka sangat sulit bagi partai menghasilkan rekrutmen politik yang sehat," ujarnya.
 

Baca juga: Kotak Suara Pilkada di Sungai Penuh Jambi Dibakar OTK

Pengalaman merekrut kandidat untuk berlaga di Pilkada 2024 harus menjadi peringatan serius dalam mendorong reformasi di internal partai. Afrianto menyebut reformasi itu berkaitan dengan demokrasi internal partai dalam proses rekrutmen politik. 

"Jangan sampai orang-orang yang memiliki potensi tertutup karena kepentingan segelintir elite belaka," tegasnya.

Ia juga mengingatkan penyelenggaraan tahun politik pada 2024 harus menjadi pengingat urgensi revisi paket undang-undang politik, yang di dalamnya termasuk Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu, dan Undang-Undang Pilkada. Namun, semangat revisi mesti didasarkan pada kepentingan penyelenggara maupun masyarakat.

"Pemerintah dan DPR perlu juga membahas isu-isu yang bukan hanya kepentingan partai politik. Misalnya, isu pembenahan proses rekrutmen partai politik, penggunaan media sosial dalam kampanye, afirmasi pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas dalam pemilu, biaya kampanye, laporan pelanggaran kampanye, pengawasan partisipatif, dan lain-lain," paparnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)