Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

Tersangka korupsi minyak mentah Pertamina/Metri TV/Siti/Dok Kejagung

Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

Siti Yona Hukmana • 25 February 2025 08:16

Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar korupsi tata kelola minyak mentah, dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023. Praktik rasuah di perusahaan pelat merah ini merugikan negara ratusan triliun rupiah.

"Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar kepada wartawan dikutip Selasa, 25 Februari 2025.

Qohar memerinci kerugian negara itu bersumber dari berbagai komponen. Yakni, kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT atau broker sekitar Rp2,7 triliun,
 

Baca: Peran 7 Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina

Lalu, kerugian Impor BBM melalui DMUT atau Broker sekitar Rp9 triliun, kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, dan kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Sebanyak tujuh tersangka ditetapkan dalam kasus ini. Mereka ialah Riva Siahaan (RS), selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin, selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF), selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

Kemudian, Agus Purwono (AP), selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International; Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati, (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim; Gading Ramadhan Joedo (GRJ), selaku Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.

Qohar menuturkan dalam periode 2018-2023 pemenuhan minyak minyak dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. Pertamina diwajibkan mencari pasokan minyakbumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Hal itu sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

"Namun berdasarkan fakta penyidikan, tersangka RS, tersangka SDS, dan tersangka AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya," ungkap Qohar.

Akibatnya, pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor. Kemudian, saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan fakta produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih masuk range harga atau harga perkiraan sendiri (HPS).

Produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai kualitas kilang, tetapi faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya. Kemudian, penolakan produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor).

Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi.

Untuk kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya pemufakatan jahat (mens rea) antara penyelenggara negara. Yakni tersangka SDS, AP, RS, YF bersama broker tersangka MK, DW, dan GRJ.

"(Mufakat jahat dilakukan) sebelum tender dilaksanakan, dengan kesepakatan harga yang sudah diatur yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara," pungkas Qohar.

Ketujuh tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)