Riza Aslam Khaeron • 4 March 2025 15:41
Jakarta: Ramadan 2025 telah tiba, dan umat Islam kembali menjalankan ibadah puasa sebagai bagian dari ketakwaan kepada Allah SWT.
Selain menahan makan dan minum, terdapat berbagai pertanyaan seputar apakah tindakan medis seperti suntikan dan infus dapat membatalkan puasa. Berikut penjelasannya.
Perbedaan Suntikan dan Infus
Melansir laman Portal Kota Tarakan pada Selasa, 4 Maret 2025, suntikan dan infus memiliki fungsi yang berbeda dalam dunia medis. Suntikan umumnya berisi cairan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit tanpa memberikan nutrisi tambahan.
Sementara itu, infus merupakan metode pemberian cairan atau nutrisi yang langsung masuk ke dalam tubuh melalui pembuluh darah untuk menggantikan zat makanan atau cairan tubuh yang hilang.
Perbedaan ini penting dalam menentukan apakah tindakan tersebut membatalkan puasa atau tidak. Setelah mendapatkan infus, seseorang cenderung merasa segar dan tidak lapar, meskipun tidak secara langsung merasa kenyang. Sementara itu, suntikan biasanya hanya bersifat pengobatan tanpa memberikan efek pada rasa lapar atau kenyang.
Pendapat Ulama Mengenai Suntikan dan Infus
Dalam hukum fiqih, para ulama memiliki perbedaan pandangan mengenai apakah suntikan dan infus dapat membatalkan puasa. Mengutip laman Kota Tarakan, terdapat tiga pendapat utama mengenai hal ini.
Pendapat pertama menyatakan bahwa suntikan dan infus membatalkan puasa secara mutlak karena zat yang dimasukkan ke dalam tubuh dapat mencapai perut, meskipun tidak melalui jalur alami seperti mulut atau hidung.
Menurut pandangan ini, segala bentuk asupan yang masuk ke dalam tubuh dan memberi efek pada keseimbangan tubuh dianggap membatalkan puasa.
Pendapat kedua menyebutkan bahwa suntikan dan infus tidak membatalkan puasa, karena cairan yang masuk tidak melewati saluran pencernaan yang lazim digunakan untuk makan dan minum. Pendapat ini didasarkan pada konsep bahwa pembatalan puasa hanya terjadi jika sesuatu dikonsumsi melalui mulut atau hidung, yang merupakan jalur normal masuknya makanan dan minuman.
Pendapat ketiga, yang merupakan pendapat ashah (lebih kuat), memberikan rincian sebagai berikut:
1. Jika cairan yang dimasukkan bersifat nutrisi atau berfungsi menggantikan makanan dan minuman, maka membatalkan puasa. Hal ini mencakup infus yang berfungsi sebagai asupan energi bagi tubuh.
2. Jika suntikan hanya bersifat pengobatan dan tidak mengandung nutrisi, maka tidak membatalkan puasa. Misalnya, suntikan antibiotik atau obat penenang.
Jika jarum suntik ditancapkan ke otot yang terbuka atau urat nadi yang mengarah ke perut, maka hukumnya membatalkan puasa. Namun, jika jarum ditancapkan ke bagian tubuh lain yang tertutup, seperti lengan atau paha, maka tidak membatalkan.
Pendapat ini diperkuat dalam kitab At-Taqriratus Sadidah karya Syekh Hasan bin Ahmad bin Muhammad Al-Kaff, yang menyatakan bahwa suntikan tidak membatalkan puasa selama tidak berfungsi sebagai asupan nutrisi.
Selain itu, dalam kitab Syarhul Yaqutun Nafis karya Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syathiri, disebutkan bahwa penggunaan jarum suntik yang tidak masuk melalui jalur alami tubuh tidak membatalkan puasa.
"
Adapun hukum jarum dikatakan bahwa sesungguhnya jarum yang disuntikkan pada orang yang menderita sakit dan melalui otot yang terbuka (urat nadi) serta sampai pada rongga tubuh maka puasanya batal. Akan tetapi, sebagian ulama menyatakan bahwa setiap perkara yang masuk tubuh dari jalur yang tidak normal maka hal tersebut hukumnya tidak membatalkan puasa." (Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syathiri, Syarhul Yaqutun Nafis fi Mazhabi Ibni Idris [Jeddah: Dar Al-Minhaj], halaman 307).
Berdasarkan ulasan ini, hukum suntikan dan infus dalam puasa tergantung pada jenis dan tujuan penggunaannya:
Suntikan yang hanya berisi obat dan tidak mengandung nutrisi tidak membatalkan puasa.
Infus yang berfungsi sebagai pengganti makanan dan minuman dapat membatalkan puasa karena memberikan asupan energi bagi tubuh.
Jika suntikan dilakukan pada urat nadi yang secara langsung mengarah ke perut, maka dapat membatalkan puasa menurut sebagian pendapat.
Oleh karena itu, bagi umat Islam yang membutuhkan suntikan atau infus saat berpuasa, disarankan untuk berkonsultasi dengan ulama atau dokter untuk memastikan apakah tindakan tersebut diperbolehkan dalam kondisi mereka. Wallahu a'lam.