Ilustrasi. Foto: dok Kementerian Keuangan.
M Ilham Ramadhan Avisena • 3 April 2025 14:16
Jakarta: Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) bakal menyulitkan pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pelemahan rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), utang, serta sektor industri dengan pasar utama AS yang berpotensi melemah jadi musababnya.
"Bagi Indonesia pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh di mana impian untuk tumbuh lima persen tahun ini semakin tidak realistis," kata ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin, Kamis, 3 April 2025.
Dia menilai langkah Presiden AS Donald Trump sebagai langkah unilateral yang brutal dengan motif menyelamatkan keuangan negara. Sebelum pengumuman kebijakan reciprocal tariff dilakukan, berbagai negara telah mencoba melakukan negosiasi, termasuk India, Vietnam, dan Korea Selatan yang mempunyai kemampuan lobi kuat di Washington DC.
Tetapi mereka gagal total, negara-negara itu seperti sedang menghadapi tembok beton. Dalam konteks ini, upaya negosiasi bukan pilihan yang mungkin dilakukan, termasuk oleh Indonesia, paling tidak dalam satu-dua tahun ke depan. Itu karena AS sedang dalam survival mode, apalagi kemampuan lobi Indonesia sangat terbatas.
(Ilustrasi penurunan perekonomian nasional. Foto: Freepik)
7 'senjata' hadapi kebijakan AS
Wijayanto memandang ada tujuh hal yang dapat dilakukan pemerintah dan menjadikannya sebagai agenda prioritas menghadapi kebijakan AS. Pertama, Indonesia perlu memperkuat cadangan devisa untuk menghadapi perang mata uang yang panjang. Kebijakan DHE perlu segera diterapkan dengan tuntas.
Kedua, Indonesia perlu melakukan rekalibrasi APBN, program boros anggaran perlu dikurangi untuk memprioritaskan program jangka pendek yang berdampak langsung pada daya beli dan penciptaan lapangan kerja. Demand dari dalam negeri perlu distimulasi untuk menggantikan permintaan dari luar negeri yang berpotensi menurun.
Ketiga, pengetatan impor legal dan penghentian impor ilegal secara total. Selain menciderai produsen dalam negeri, ini juga membuat negara kehilangan potensi pendapatan.
Keempat, penguatan industri jasa keuangan, terutama perbankan dan pasar modal, untuk mampu berperan sebagai
shock absorber bagi semakin tingginya ketidakpastian
ekonomi dunia.
Kelima, pemerintah perlu segera mengeluarkan kebijakan komprehensif yang konkret dan realistis serta dinarasikan dengan baik. Berbagai kalangan masih belum melihat dengan jelas ke mana ekonomi negeri ini akan dibawa oleh Pemerintahan Prabowo Subianto.
Keenam, memperkuat kerjasama perdagangan dan investasi dengan berbagai negara dengan memanfaatkan sentimen perasaan senasib, termasuk dengan EU, ASEAN, India, Timur Tengah, bahkan Afrika dan Amerika latin.
Ketujuh, membentuk tim negosiasi yang disiapkan untuk bernegosiasi dengan AS saat kondisi sudah memungkinkan.
"Jalan ke depan tidak akan mudah, akan mendaki, berliku, licin dan berangin. Keandalan kepemimpinan Pak Prabowo dan soliditas kabinet diuji bukan oleh kondisi nyaman, tetapi oleh kondisi penuh gejolak seperti saat ini," tutur Wijayanto.