#OnThisDay 21 Oktober, Sejarah Hari Diwali Hingga Menjadi Perayaan Global

Seorang perempuan bermain kembang api di dekat New Delhi, India, 12 November 2023. (EPA-EFE)

#OnThisDay 21 Oktober, Sejarah Hari Diwali Hingga Menjadi Perayaan Global

Whisnu Mardiansyah • 21 October 2025 10:07

Jakarta: Setiap tahun, pada malam bulan baru di bulan Kartika, ribuan cahaya kecil dari lampu minyak mulai berkilauan di ambang jendela, pekarangan rumah, dan tepi kuil di seluruh penjuru dunia. Inilah Diwali atau Deepavali sebuah festival yang menjadi lambang universal kemenangan terang atas gelap, pengetahuan atas kebodohan, serta kebaikan atas kejahatan.

Bagi lebih dari satu miliar umat Hindu, Sikh, dan penganut kepercayaan lainnya, Diwali bukan sekadar hari besar keagamaan, melainkan perayaan hidup, harapan, dan persatuan umat manusia.
 

Akar Sejarah dalam Teks Kuno

Jejak awal Diwali dapat ditelusuri hingga ribuan tahun lalu. Catatan tertua tentang perayaan cahaya ditemukan dalam teks-teks Sanskerta klasik seperti Padma Purana dan Skanda Purana. Naskah kuno itu menyebut istilah Dipavali yang berarti "barisan lampu".

"Diwali merepresentasikan semangat kebebasan jiwa dari kegelapan dan kebodohan," tulis sejarawan budaya India, Romila Thapar, dalam salah satu analisisnya tentang makna festival ini.

Bagi masyarakat Hindu, Diwali sarat makna religius. Di wilayah Utara India, perayaan ini dikaitkan dengan kembalinya Rama ke Ayodhya setelah 14 tahun pengasingan. Masyarakat Ayodhya dikisahkan menyalakan ribuan lampu minyak untuk menyambut kepulangan sang raja adil.

Sementara di wilayah Barat dan Selatan India, Diwali dipersembahkan kepada Dewi Lakshmi, dewi kemakmuran, yang dipercaya turun ke bumi mencari rumah yang bersih dan bercahaya.

Lima Hari Penuh Makna

Perayaan Diwali berlangsung selama lima hari dengan makna berbeda pada tiap harinya. Hari pertama dikenal sebagai Dhanteras, saat orang membeli perhiasan atau alat rumah tangga baru sebagai simbol keberuntungan. Hari kedua, Naraka Chaturdashi, memperingati kemenangan Dewa Krishna atas raksasa Narakasura.

Hari ketiga menjadi puncak perayaan, yaitu Lakshmi Puja. Pada momen ini, keluarga berkumpul, rumah dibersihkan, dan dihias lampu minyak tradisional dinyalakan di setiap sudut rumah untuk menyambut sang dewi rezeki.

Hari keempat disebut Govardhan Puja, memperingati kisah Dewa Krishna yang mengangkat Gunung Govardhan untuk melindungi rakyat. Hari terakhir, Bhai Dooj, menandai kasih sayang antara saudara laki-laki dan perempuan.

Diwali tidak hanya menjadi milik umat Hindu. Bagi umat Sikh, perayaan ini dikenal sebagai Bandi Chhor Divas atau "Hari Pembebasan". Momen ini memperingati kembalinya Guru Hargobind Singh, guru keenam Sikh, dari penjara Gwalior bersama 52 tawanan politik.

Di kota suci Amritsar, Kuil Emas (Harmandir Sahib) diterangi ribuan lampu pada malam Diwali sebagai simbol kebebasan dan pengampunan. Perayaan ini menunjukkan bagaimana Diwali menjembatani makna spiritual lintas iman.

Transformasi Menjadi Festival Global

Perayaan Diwali kini menjelma menjadi festival global. Di negara-negara dengan diaspora India besar seperti Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat, Diwali dirayakan sebagai ajang budaya lintas komunitas.

London setiap tahun menggelar Diwali on the Square di Trafalgar Square, menampilkan musik, tari, kuliner, dan doa bersama lintas agama. Di New York, Empire State Building disinari warna emas dan merah, melambangkan kemeriahan Diwali.

Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, jejak Diwali turut dirasakan komunitas keturunan India di Medan, Jakarta, dan Bali. Perayaan dilakukan sederhana namun hangat—menyalakan lilin, berbagi manisan, serta berdoa bersama di kuil.

Meski sarat makna, Diwali modern menghadapi tantangan baru. Penggunaan kembang api yang berlebihan kerap menimbulkan polusi udara dan kebisingan, terutama di kota besar seperti Delhi dan Mumbai.

Pemerintah India dalam beberapa tahun terakhir telah mengeluarkan regulasi untuk membatasi jam penggunaan kembang api serta mengampanyekan "Green Diwali" perayaan yang ramah lingkungan dengan lampu hemat energi dan tanpa bahan peledak beracun.

Gerakan serupa muncul di berbagai negara. Komunitas Hindu di Singapura mengganti kembang api dengan pertunjukan lampu digital. Di kota Pune, India, para siswa sekolah meluncurkan kampanye No Crackers, More Prayers untuk mengajak warga merayakan Diwali dengan kesederhanaan dan empati sosial.

Warisan untuk Kemanusiaan

UNESCO telah mengakui sejumlah tradisi yang berkaitan dengan Diwali sebagai warisan budaya tak benda. Bagi banyak orang India, Diwali bukan sekadar ritual, melainkan bagian dari identitas nasional dan spiritual yang diwariskan lintas generasi.

"Diwali menjadi momen kolektif yang menegaskan kembali makna kemanusiaan di tengah perbedaan," ungkap Romila Thapar mengenai signifikansi budaya festival ini.

Kini, dari lampu-lampu kecil di Desa Ayodhya hingga cahaya yang menyinari gedung pencakar langit di New York, Diwali terus mengingatkan umat manusia tentang kekuatan harapan. Dalam setiap nyala api diyas, tersimpan doa agar dunia tetap damai, manusia saling menghargai, dan kebaikan selalu menang atas kejahatan.

*Pengerjaan artikel berita ini melibatkan peran kecerdasan buatan (artificial intelligence) dengan kontrol penuh tim redaksi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Whisnu M)