Salah satu sekolah swasta di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dokumentasi/ Media Indonesia
Tasikmalaya: Sejumlah sekolah swasta di Tasikmalaya, Jawa Barat, gulung tikar lantaran minim peminat pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan seleksi penerimaan siswa murid baru tahun ajaran 2025-2026 setelah ada kebijakan pemerintah yang mengizinkan sekolah negeri menerima 50 rombongan belajar (rombel). Kebijakan itu telah berdampak kepada SMA swasta dan sebagian gulung kelas.
Praktisi pendidikan dan sebagai pendiri Yayasan Ihya As-Sunnah, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, Maman Suratman, mengatakan adanya kebijakan pemerintah Jabar yang telah mengizikan sekolah negeri menerima 50 rombongan belajar (Rombel) tidak akan efisiensi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Akan tetapi kebijakan tersebut paling krusial pengaturan jumlah siswa terutama dalam satu rombongan belajar (rombel).
"Kebijakan yang dilakukan oleh Gubernur Jabar yang mengizinkan sekolah negeri menerima 50 rombongan belajar (Rombel) tidak terlalu besar hanya menghambat efektivitas pembelajaran, tapi berdampak langsung pada kondisi psikologis dan fisik para guru. Namun, kalau rombel kecil guru masih kesulitan untuk memastikan semua siswa memahami materi apalagi jumlahnya sampai 40 atau 50 orang sudah sangat berat,” kata Maman di Tasikmalaya, Rabu, 9 Juli 2025.
Maman mengatakan dalam suasana kelas yang terlalu padat juga bagi guru akan kesulitan menjaga kondusivitas terlebih di tengah kondisi cuaca ekstrem hingga perubahan iklim membuat ruang kelas semakin panas dan pengap.
Akan tetapi dengan kebijakan 50 rombongan belajar seharusnya sekolah itu ramah anak dan ramah lingkungan meski dengan jumlah siswa sebanyak itu, sulit mewujudkan suasana belajar yang nyaman dan sehat.
"Sekolah secara ideal satu rombongan belajar seharusnya bisa berisi maksimal 30 siswa masih memungkinkan di atas akan sangat menguras energi guru dan kegiatan tersebut sederhana seperti ice breaking bisa menyita banyak waktu. Namun, dari aspek teknis di ruang kelas menjadi beban emosional bagi para guru semakin berat, bayangkan saja guru dari pagi sampai sore harus menghadapi puluhan anak dengan berbagai karakter hingga dalam kondisi capek, emosi bisa mudah terpancing," jelasnya.
Menurutnya nasib sekolah swasta yang semakin terpinggirkan lantaran berbagai kebijakan kurang berpihak dan selama ini banyak sekolah swasta gulung kelas karena tidak mampu bersaing dengan keberadaan sekolah negeri sepenuhnya gratis.
Namun sekarang bagi orang tua hanya ingin ijazah tanpa biaya besar dan mereka pilih sekolah negeri hingga berdampak pada sekolah swasta harus gulung kelas contohnya SMA Pancasila, SMK Periwatas, PGRI dan kini tinggal sisa bangunan.
"Kami optimistis lembaga pendidikan swasta mampu menawarkan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, baik dari sisi nilai keagamaan, kualitas pembelajaran dan kedekatan emosional mereka masih punya tempat tersendiri di hati masyarakat. Kita punya pasar secara masing-masing dan memberikan yang dibutuhkan, orang tetap akan datang tapi kalau hanya jual ijazah, ya pasti kalah," ungkapnya.
Kebijakan Gubernur Jabar mengizinkan sekolah negeri menerima 50 rombongan belajar (rombel) berdampak pada sekolah swasta dan kini di Kota Tasikmalaya ada beberapa sekolah yakni SMA Pancasila, SMK Periwatas dan PGRI gulung kelas lantaran tidak ada calon siswa baru.