Gegara Royalti, Restoran di Malang Setop Live Music

Ilustrasi Kafe (Foto: Pexels/Igor Starkov)

Gegara Royalti, Restoran di Malang Setop Live Music

Daviq Umar Al Faruq • 12 August 2025 15:40

Malang: Sejumlah restoran di Kota Malang, Jawa Timur, terutama di kawasan Kayutangan Heritage, menghentikan pertunjukan musik langsung (live music). Keputusan ini diambil menyusul pemberlakuan aturan pembayaran royalti musik yang dianggap memberatkan bagi para pengusaha.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang, Agoes Basoeki, menyatakan bahwa hotel-hotel berbintang di wilayahnya sudah tertib membayar royalti. Namun, tidak demikian dengan restoran.

"Hotel-hotel bintang tiga ke atas rata-rata sudah mendaftar dan tertib membayar royalti," jelas Agoes, Selasa 12 Agustus 2025.
 

Baca: 

Dampak Tarif Royalti Musik, Kafe di Malang Pilih Menyepi


Agoes menambahkan, banyak pengusaha kuliner di Malang keberatan dengan besaran tarif royalti yang ditetapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Akibatnya, beberapa restoran, terutama di Kayutangan, memilih untuk menyetop live music.

"Kami akan sampaikan ke pusat agar ada penyesuaian tarif. Bukan menolak, tapi berharap bisa disesuaikan dengan skala usaha," tegas Agoes.

Menurut data dari situs resmi LMKN, tarif royalti untuk restoran bervariasi. Mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1 juta per bulan untuk restoran kecil, hingga Rp5 juta sampai Rp10 juta per bulan untuk restoran besar dengan live music reguler. Bagi pelaku usaha yang tidak mengantongi izin dari LMKN, sanksi hukum serius dapat diberlakukan, termasuk denda dan penutupan usaha. 

Banyak pengusaha mengaku belum maksimal menerima sosialisasi tentang aturan ini, sehingga mereka memilih menghentikan live music untuk menghindari risiko. Namun, tidak semua tempat usaha menghentikan pemutaran musik. Atana Aminatun Nadiyah, seorang karyawan Rocket Kopi, mengatakan pihaknya masih memutar lagu dari platform musik.

"Kami tetap memutar lagu-lagu dari platform musik seperti biasa. Sampai saat ini masih belum ada teguran atau peringatan resmi yang kami terima akan hal itu," terang Atana.

Atana menegaskan bahwa musik di kafenya bukan untuk komersialisasi, melainkan untuk menciptakan suasana nyaman. Meskipun memahami adanya regulasi, Atana menilai kebijakan ini kurang adil.
 
"Kami hanya menikmati musik. Tidak ada niat untuk menjiplak lagu atau mengklaimnya. Jadi kalau harus dilarang sepenuhnya, rasanya kurang adil," ungkap Atana.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Lukman Diah Sari)