Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. Metrotvnews.com/Ahmad Mustaqim
Yogyakarta: Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan tak sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pendidikan dasar SD hingga SMP swasta gratis sebagaimana sekolah negeri. Putusan itu dinilai tak memandang situasi di lapangan.
"Ya, betul (tidak sepakat). Kami, swasta, keormasan, jauh dari kepentingan-kepentingan bisnis untuk mengembangkan lembaga pendidikan. Kalau ada satu-dua yang beritanya begitu, jangan menjadi keputusan konstitusi," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir usai acara peletakan batu pertama Pembangunan Taman Kanak-Kanak (TK) Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) Semesta di Bodeh, Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Selasa, 3 Juni 2025.
Menurut dia, sekolah dasar swasta harus tetap terkoneksi dengan tanggung jawab pendidikan sekolah negeri, dalam hal keleluasaan menjalankan tugas pendidikan. Ia kemudian menyoroti lembaga pendidikan negeri yang berstatus berbadan hukum yang diberi kewenangan mengembangkan bisnis dalam dunia pendidikan.
"Padahal itu negara. Lalu, kalau keran (akses) itu ditutup untuk swasta, bukan hanya kami Muhammadiyah, di bangsa yang lain. Jadi, implementasi dari MK itu perlu seksama, komprehensif, dan tetap berpijak pada realitas dunia pendidikan Indonesia, di mana swasta punya peran strategis," ujar Haedar.
Menurut Haedar, para hakim MK perlu belajar dengan seksama dalam pengambilan keputusan agar memandang beragam persoalan gugatan secara komprehensif. Ia menyebut ada aspek-aspek fundamental yang perlu dipahami dan dijadikan pertimbangan dalam memutuskan perkara.
"Jadi, negarawan dalam memutuskan itu harus betul-betul komprehensif. Jangan karena ada satu dua gugatan, lalu mudah memenuhi gugatan itu," kata dia.
Haedar mengatakan operator sekolah swasta menjalankan sekolah berpegang pada kebutuhan pelayanan terhadap masyarakat. Hal itu diwujudkan dengan adanya sekolah-sekolah eksklusif dan Muhammadiyah disebut memilikinya.
Menurut dia, hal lain yang bisa dilakukan negeri memberi ruang sekolah-sekolah unggul swasta untuk bisa berkembang untuk memenuhi tuntutan masyarakat golongan tertentu. Menurutnya, pihaknya dalam menjalankan sekolah swasta tidak pernah mempertentangkan antara golongan atas dan bawah karena Indonesia tidak menganut marxisme.
"Ada kelas atas, kelas bawah, ada kelas proletar, ada kelas borjuis, tapi seluruh masyarakat harus terlayani. Berarti kan yang umum terlayani, yang khusus terlayani, itu opsinya," ujarnya.
Ia menambahkan, apabila keputusan MK tetap dilaksanakan jangan sampai mematikan swasta yang justru sama dengan mematikan pendidikan nasional. Ia menegaskan tidak ada yang selama apabila negara ikut bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pendidikan yang dijalankan lembaga swasta. Ia menyebut justru pendidikan swasta selama ini memiliki kemauan untuk terus adaptif terhadap perkembangan zaman.
"Sementara (pendidikan) swasta juga punya sifat
inner dynamics, selalu ingin berkembang, berubah dengan cepat. Jadi, saya berharap, ketika merumuskan kebijakan-kebijakan dan menetapkan kebijakan dari eksekutif, legislatif, yudikatif seksama, perhatikan konstitusi, perhatikan kemaslahatan bangsa, dan perhatikan realitas pendidikan dan dunia pendidikan Indonesia. Di mana swasta punya peran yang sangat strategis," ucapnya.