Ilustrasi kebun tebu. Foto: dok APTRI.
Ade Hapsari Lestarini • 20 September 2025 13:32
Jakarta: Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) melaporkan proses giling tebu yang dimulai sejak Mei 2025 secara nasional, hingga kini masih berlangsung.
Sekretaris Jenderal DPP APTRI Sunardi Edy Sukamto melaporkan, hasil produksi berupa gula kristal putih (GKP) dan tetes tahun ini, ttok GKP milik petani masih menumpuk.
Meskipun produksi meningkat dan sudah mendekati target swasembada
gula konsumsi, penyerapan pasar masih lemah. Kondisi ini dipicu oleh adanya rembesan gula rafinasi yang langsung di jual ke pasar konsumsi, sehingga gula hasil giling petani sulit terserap. Hampir setiap lelang gula petani sepi penawaran, mengakibatkan ketidakpastian harga dan pendapatan.
Edy memaparkan sejumlah langkah strategis telah dilakukan dengan dukungan pemerintah dan swasta, antara lain:
- PT SGN melakukan juga turut serta melakukan penyerapan pada petani.
- Pemerintah melalui Danantara menggelontarkan anggaran sebesar Rp1,5 triliun, dengan alokasi Rp900 miliar untuk gula petani di bawah PT SGN (62.141 ton), sampai dengan saat ini sudah terealisasi 21.500 ton.
- PT PIR (Gulavit) melakukan penyerapan gula petani secara konsisten, sebagaimana yang dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya.
- Termasuk para pedagang yang turut melakukan penyerapan melalui lelang rutin di Jawa Timur.
Atas penyerapan gula petani yang telah dilakukan sebagaimana tersebut di atas, petani melalui APTRI menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya.
Baca Juga : Hingga Akhir 2025, Pasokan Gula Konsumsi Kelebihan 1,3 Juta Ton
Ilustrasi kebun tebu.
Foto:
dok PTPN.
Pemerintah harus kawal hilirisasi gula
Edy berharap agar pemerintah serius mengawal hilirisasi gula dan tetes sebagai bagian vital program percepatan swasembada gula nasional. Sekjen DPP APTRI juga menyoroti lambannya realisasi serapan oleh ID Food yang membuat pedagang enggan menyerap sisa produksi petani.
"Kesepakatan di Bapanas Jakarta jelas, serapan 83 ribu ton tahap pertama oleh ID Food dan pedagang harus tuntas. Setelah itu, sisa produksi berikutnya sepenuhnya diambil pedagang. Jika ID Food tidak segera menuntaskan kuota Rp900 miliar untuk petani tebu di bawah PT SGN dalam pekan ini, maka swasembada hanya akan menjadi mimpi," tegas Edy, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 20 September 2025.
Selain gula, penderitaan petani juga semakin berat akibat anjloknya harga tetes. Dampak dari pembebasan bea masuk impor molases membuat harga tetes jatuh dari Rp2.700-Rp3.000 per kg pada 2024, kini hanya Rp900-Rp1.200 per kg. Kondisi ini menekan pendapatan petani secara signifikan.
APTRI sangat mengharapkan industri pergulaan nasional menjadi lebih baik. Sehingga persoalan-persoalan seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari, dan petani memiliki kepastian dan semakin bergairah menanam tebu di musim berikutnya.
"Sekali lagi, kami (APTRI) mengucapkan apresiasi dan terima kasih pada pihak yang telah melakukan penyerapan gula petani, khususnya pada pemerintah melalui Danantara, PT SGN, Gulavit dan pedagang yang berada di Jawa Timur, sehingga kontribusi ini bisa terus membantu keberlangsungan bersama," ujar Edy Sukamto.