Prancis, Inggris, dan Jerman Dukung Proposal Arab untuk Rekonstruksi Gaza

Kehancuran Gaza. (Haitham Imad/EPA-EFE)

Prancis, Inggris, dan Jerman Dukung Proposal Arab untuk Rekonstruksi Gaza

Riza Aslam Khaeron • 9 March 2025 12:45

Gaza: Prancis, Inggris, dan Jerman menyatakan dukungan terhadap rencana rekonstruksi Gaza yang diusung oleh negara-negara Arab. Rencana ini diperkirakan akan menelan biaya sebesar $53 miliar dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan warga Palestina di Gaza yang saat ini mengalami krisis kemanusiaan yang sangat parah.

Mengutip dari Times of Israel (ToI) pada Sabtu, 8 Maret 2025, dalam pernyataan bersama, Menteri Luar Negeri Prancis, Inggris, Jerman, dan Italia menilai bahwa rencana tersebut adalah "jalan realistis" untuk memperbaiki situasi di Gaza.

"Rencana ini menunjukkan jalur realistis untuk rekonstruksi Gaza dan menjanjikan – jika dilaksanakan – perbaikan cepat dan berkelanjutan terhadap kondisi kehidupan warga Palestina di Gaza," bunyi pernyataan tersebut.

Proposal rekonstruksi Gaza ini disusun oleh Mesir dan telah diadopsi oleh para pemimpin Arab awal bulan ini. Dalam pernyataan bersama, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, dan perwakilan dari Inggris dan Italia menyatakan apresiasi atas "upaya serius" dari semua pemangku kepentingan dalam menyusun rencana tersebut.

"Kami mengapresiasi sinyal penting yang telah dikirimkan oleh negara-negara Arab dengan menyusun rencana pemulihan dan rekonstruksi ini," tulis pernyataan tersebut.

Namun, rencana ini telah ditolak oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pemerintah Israel. Trump bahkan sempat memicu kontroversi dengan menyarankan agar AS mengambil alih Gaza dan menjadikannya sebagai "Riviera Timur Tengah," dengan memindahkan penduduk Palestina ke Mesir, Yordania, atau negara-negara lain di kawasan.

Mengutip dari Times of Israel pada Sabtu, 8 Maret 2025, rencana Trump dianggap sebagai tindakan "pengusiran massal" dan menuai kecaman internasional.

Sebaliknya, proposal Arab justru menekankan bahwa warga Palestina akan tetap tinggal di Gaza selama proses rekonstruksi berlangsung. Rencana tersebut juga mencakup pembentukan komite independen yang terdiri dari teknokrat untuk mengelola Gaza selama enam bulan sebelum pengendalian wilayah tersebut diserahkan kembali kepada Otoritas Palestina.

"Rencana ini menjamin bahwa warga Palestina akan tetap tinggal di Gaza dan tidak akan dipindahkan seperti yang diusulkan oleh Trump," tulis laporan Times of Israel.

Rencana ini juga mencakup pengiriman pasukan penjaga perdamaian internasional di bawah mandat Dewan Keamanan PBB untuk menjaga ketertiban dan keamanan di Gaza selama masa rekonstruksi.
 

Baca Juga:
Kelompok Pro-Palestina Rusak Lapangan Golf Milik Trump di Skotlandia

Dalam rencana tersebut, Mesir dan Yordania akan bertanggung jawab untuk melatih pasukan keamanan Palestina yang kemudian akan dikerahkan di Gaza untuk memastikan stabilitas dan ketertiban.

Namun, rencana ini mendapat tanggapan beragam dari Amerika Serikat. Juru bicara Gedung Putih Brian Hughes mengatakan bahwa rencana tersebut "tidak memenuhi ekspektasi" Washington karena tidak secara signifikan menangani isu Hamas.

"Rencana ini tidak realistis karena tidak mempertimbangkan kenyataan bahwa Gaza saat ini tidak layak huni," ujar Hughes.

Meski begitu, Steve Witkoff, utusan Timur Tengah dari pemerintahan Trump, menyebut rencana Mesir sebagai "langkah awal yang baik." Witkoff juga memperkirakan bahwa rekonstruksi Gaza akan memakan waktu 10 hingga 15 tahun dan selama proses tersebut, Gaza mungkin tetap dalam kondisi yang tidak layak huni.

"Kami sedang mengevaluasi semua opsi. Masih terlalu dini untuk memberikan komentar lebih jauh," kata Witkoff.

Pada Jumat, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) secara resmi mengadopsi rencana rekonstruksi Gaza yang diusung oleh Mesir, yang kini telah menjadi rencana bersama Arab dan Islam. Keputusan tersebut diambil dalam pertemuan darurat OKI di Jeddah, Arab Saudi, tiga hari setelah Liga Arab meratifikasi rencana tersebut dalam KTT di Kairo.

"Adopsi rencana ini oleh OKI merupakan sinyal kuat dari dunia Islam untuk mendukung rekonstruksi Gaza," kata Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty dalam pernyataannya.

Meski belum mendapat dukungan penuh dari AS dan Israel, rencana ini dipandang sebagai terobosan diplomatik penting yang menunjukkan adanya upaya kolektif untuk membangun kembali Gaza tanpa menekan warga Palestina. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama dalam hal pendanaan dan implementasi di lapangan.

Mengutip Times of Israel pada Sabtu, 8 Maret 2025, rencana ini membagi Gaza menjadi tujuh zona yang akan dibangun secara bertahap.

"Setiap zona akan dikelola oleh komite teknokrat dan didukung oleh bantuan kemanusiaan internasional untuk memastikan kelancaran proses rekonstruksi," tulis laporan tersebut.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)