Indonesia Masih Jauh dari Kemandirian Pangan

Aktivitas bongkar muat impor beras di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: MI/Usman Iskandar.

Indonesia Masih Jauh dari Kemandirian Pangan

Media Indonesia • 16 January 2024 15:55

Jakarta: Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini menilai Indonesia masih jauh dari kemandirian pangan. Hal ini lantaran pemerintah masih ketergantungan mengimpor beras.

Bahkan di tahun lalu, Indonesia tercatat melakukan impor beras sebanyak 3,06 juta ton. Angka tertinggi dalam lima tahun terakhir berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)

"Impor beras ini sebagai upaya mencapai ketahanan pangan, namun masih jauh dari kemandirian pangan," ujar Anggia kepada Media Indonesia, Selasa, 16 Januari 2024.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mendesak pemerintah untuk mengejar kemandirian atau swasembada pangan lantaran Indonesia menyandang predikat negara agraris. Namun, hal itu diyakini sukar tercapai karena impor beras menjadi kegiatan rutin.

"Yang harus dikejar adalah kemandirian pangan, bukan ketahanan pangan. Tapi, nampaknya ini sulit bagi pemerintah untuk menyatakan kemandirian pangan, karena kita memang masih tergantung pada impor," ucap Anggia.

Ia menjelaskan faktor utama yang mempengaruhi intensnya impor beras di tahun lalu karena adanya cuaca ekstrem El Nino yang menyebabkan kekeringan pada lahan persawahan. Akibatnya, musim tanam mundur lantaran dan petani kesulitan memproduksi beras.

"Dengan kondisi kekeringan, waktu musim tanam mundur. Sehingga, panen raya juga mundur. Ini berdampak pada pasokan beras di masyarakat," imbuh dia.

Anggia menambahkan masalah pelik lainnya ialah ketika panen raya diharapkan petani mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan gabah, namun dengan adanya kegiatan impor beras dikhawatirkan harga gabah menjadi tidak terserap. Petani pun dirugikan.

"Tentu dalam mengambil kebijakan jangan sampai merugikan petani sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen," tegasnya.

Baca juga: Impor Beras di 2023 Jadi yang Terbesar Selama 5 Tahun Terakhir
 

Terpaksa impor


Dihubungi terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan pemerintah terpaksa mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan cadangan pangan pemerintah (CPP). Dari data BPS menyebutkan produksi beras pada 2023 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 30,90 juta ton.

"Keputusan impor adalah keputusan pahit yang terpaksa harus dikerjakan. Pemerintah harus punya CPP. Sangat bahaya bila kita tidak memiliki cadangan pangan," terang dia.

Sejak tahun lalu, pemerintah berencana mengimpor dua juta ton beras di tahun ini. Namun, kata Arief, berdasarkan proyeksi BPS, ada potensi defisit beras sekitar 2,83 juta ton di awal tahun ini. Tidak menutup kemungkinan ada penambahan kuota impor dari rencana yang ditetapkan.

"Betul kita akan impor dua juta ton, tapi proyeksi BPS bahwa Januari dan Februari 2024 ada defisit 2,8 juta ton beras," jelas dia.

Di satu sisi, Arief berharap untuk memenuhi kebutuhan beras berasal dari produksi dalam negeri dan tidak melulu mengimpor dari Vietnam atau Thailand. Ia menyebut Kementerian Pertanian memegang peranan penting untuk meningkatkan produksi beras domestik.

"Semoga dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri supaya ada giat ekonominya di Indonesia, bukan di Vietnam atau di Thailand saja," tutup Arif.
 
(INSI NANTIKA JELITA)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)