Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan Harus Dilakukan

Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi NasDem Sugeng Suparwoto. Foto: Tangkapan layar

Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan Harus Dilakukan

Annisa Ayu Artanti • 20 August 2024 13:39

Jakarta: Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi NasDem Sugeng Suparwoto mengatakan percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) harus dilakukan.

Bahkan, ia mengibaratkan keharusan penggunaan EBT sebagai harga mati untuk mencapai target menuju net zero emission.

"Kita mau tidak mau masuk energi baru terbarukan. Energi baru terbarukan bukan pilihan, sekali lagi tapi keharusan," ujarnya dalam Symposium Energy Insecurity dan Strategi Penanggulangannya yang digelar di Ballroom NasDem Tower, Selasa, 20 Agustus 2024.

Untuk menjadi negara maju, tentu pengembangan EBT merupakan salah satu unsur penting. Sebab, energi yang saat digunakan sudah sangat terbatas dan tidak ramah lingkungan.

Komitmen net zero emision

Komitmen menuju net zero emision perlu terus diperkuat dalam berbagai kebijakan pemerintah.

Sugeng mengatakan bahwa sebagai negara yang besar, Indonesia dikaruniai sumber EBT yang luar biasa besar. Berada di garis khatulistiwa, sumber energi dari matahari bisa dikonversi dalam skala listrik kurang lebih 3.000 GW. Begitu pula dengan panas bumi karena letak geografis yang berada di tingkat of fire.

"Kita ada di ring of fire tapi disisi lain punya potensi panas bumi yang besar. Kita punya air misalnya di Membramo Papua itu ada potensi 30 GW, di Kahayan kurang lebih 9 GW nanti di IKN diambil dari Kahayan," jelas dia.
 
Baca juga: 

Dunia Berlomba Bangun Energi Baru Terbarukan, Jokowi: Potensi Indonesia Capai 3.600 GW


"Inilah potensi besar energi baru terbarukan yang mau tidak mau harus masuk karena sekali lagi net zero emision. Di sisi lain kita membutuhkan energi yang besar tapi harus energi yang bersih yang berkesinambungan," sambung dia.

Selain itu, lanjutnya, ada energi nuklir yang perlu dikembangkan. Sebab, hampir mustahil mencapai net zero emision tanpa nuklir.
Meski demikian, masih banyak persoalan yang harus dituntaskan sebelum benar-benar mengembangkan energi yang paling bersih itu, seperti uranium yang menjadi sumber energi nuklir.

"Nuklir bukan lagi pilihan terakhir tetapi menjadi opsi sebagaimana energi yang lain. Sehingga pemerintah telah melakukan percepatan-percepatan untuk membentuk institusi nuklir," ujar dia.

Lebih lanjut, Sugeng mengatakan bahwa Indonesia saat ini belum terdampak trilema energi. Pasalnya, energi seperti minyak bumi masih banyak yang diimpor. Ketergantungan impor minyak itu pun mempengaruhi ekonomi Indonesia.

"Lifting minyak kita 600 ribu barel per hari, konsumsi minyak kita 1,4 juta barel per hari sehingga sehari kurang lebih kita impor 800 ribu barel. Aman tergantung impor itu belum tahan dalam istilah trilema energi," kata dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)