Mendikti Satryo Pastikan UKT Tahun Depan tak Naik

Ilustrasi perkuliahan. (Medcom.id)

Mendikti Satryo Pastikan UKT Tahun Depan tak Naik

Despian Nurhidayat • 25 December 2024 10:24

Jakarta: Pascakenaikan uang kuliah tungga (UKT) ditunda pada tahun ini, ketidakpastian kenaikan UKT di tahun depan tentu menjadi kekhawatiran khususnya bagi orangtua yang sedang bersiap untuk menyambut penerimaan mahasiswa baru di tahun depan. 

Namun demikian, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, memastikan bahwa tahun depan tidak akan ada kenaikan UKT bagi para mahasiswa baru. 

“UKT tidak dinaikkan tahun depan,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu, 25 Desember 2024.

Lebih lanjut, meskipun UKT dipastikan tidak akan naik tahun depan, masyarakat tentu masih khawatir tentang kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% termasuk di bidang pendidikan. 

Menyangkut dengan hal tersebut, Satryo belum dapat memastikan dampak kenaikan PPN 12% tersebut terhadap sektor pendidikan tinggi.

“PPN 12% untuk pendidikan masih akan dibahas kembali oleh Kemenkeu,” ujar Satryo. 
 

Baca juga: Biaya Pendidikan RI Kian Meningkat

Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Profesor Agus Sartono menilai rencana pengenaan PPN 12% terhadap sektor pendidikan tidak tepat dan sebaiknya dibatalkan. Ia menilai jika pengenaan pajak tersebut dipaksakan justru akan memperburuk capaian akses perguruan tinggi dan semakin membuat Indonesia tertinggal jauh dengan negara ASEAN lainnya. 

“Pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan tidak seharusnya dijadikan objek pajak. Kalau saja kebocoran dan korupsi dapat ditekan, maka lebih dari cukup untuk pembiayaan investasi sumber daya manusia. Jika kita abai terhadap sektor pendidikan maka hanya masalah waktu saja kita justru akan makin terpuruk,” ucap Agus Sartono. 

Meski pengenaan PPN 12% terhadap pendidikan bertaraf internasional, diakui Agus tidak tepat sasaran mengingat pemerintah sendiri gencar mendorong agar pendidikan di Indonesia memiliki kualitas bertaraf internasional. 

Sementara itu, di sisi lain saat ini ada berbagai Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) yang telah lama mengembangkan International Undergraduate Program (IUP). Program ini tidak saja menyumbangkan pembiayaan bagi PTN BH, tetapi juga mampu menarik minat student exchange dari negara lain. 

“Melalui IUP PTN BH mampu memberikan subsidi silang bagi anak-anak dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu sehingga mereka mendapatkan akses pendidikan tinggi,” ungkapnya.
 
Baca juga: UNS Bantah Ada Penggeledahan KPK din Lingkungan Kampus

Agus menyampaikan kehadiran mahasiswa asing di PTN BH juga memiliki peran strategis dalam jangka panjang. Selain melakukan mendorong ekspor layanan pendidikan, hal tersebut juga berpotensi melahirkan para Indonesianis yang memainkan peran penting dalam membangun hubungan bilateral antarnegara. 

Dia menilai pengenaan pajak di sektor pendidikan ini waktu yang kurang tepat terlebih melihat tantangan terhadap akses pendidikan di tanah air yang masih terbatas. Pasalnya, Data Badan Pusat Statistik (BP) memproyeksikan populasi penduduk usia 19-23 tahun mencapai 27,39 juta jiwa di tahun 2025. 

Sementara, angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi ditargetkan sebesar 35%. Artinya, jumlah mahasiswa akan mencapai 9,58 juta. Jumlah tersebut menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas akses pendidikan untuk 1,27 juta mahasiswa. 

“Pertanyaan mendasar adalah mengapa pada saat pemerintah kesulitan meningkatkan akses justru berencana menambah beban berupa PPN 12%? Belum lagi berbicara bagaimana mengatasi luaran pendidikan yang tidak mampu diserap industri,” jelasnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Meilikhah)