Terdakwa Kasus Timah Komplain Soal Perbedaan Penghasilan Bijih

Ilustrasi. Medcom

Terdakwa Kasus Timah Komplain Soal Perbedaan Penghasilan Bijih

Candra Yuri Nuralam • 18 December 2024 15:45

Jakarta: Terdakwa kasus dugaan korupsi komoditas timah sekaligus Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta menyampaikan keluhannya atas perbedaan anggapan soal penghasilan bijih timah. Sebab, hasil yang didapat PT Timah Tbk dianggap pendapatan BUMN, namun, hasil yang dikumpulkan rakyat dibebankan kepadanya.

“Pajak dan royalty yang diterima negara dan dividend yang diterima PT Timah dianggap sah dan menjadi penerimaan BUMN, sementara logam timah yang dikeluarkan PT Timah yang bijinya dikumpulkan dari rakyat dianggap tidak sah dan menjadi beban saya,” kata Suparta saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 18 Desember 2024.

Suparta mengatakan dua hasil bijih itu sama-sama menghasilkan uang. Namun, perlakuannya berbeda. Dia juga membahas pajak yang masuk ke negara atas kerja sama Timah dengan perusahaan swasta.

“Pajak yang diterima negara dari Rp902 miliar meningkat menjadi Rp2 triliun, mayoritas kenaikan pajak didapat dari pembayaran pajak mitra pengirim bijih timah CV yang sebelumnya tidak pernah ada,” ujar Suparta.

Dia mengaku bingung dijadikan terdakwa dalam perkara ini. Padahal, sudah membuat negara untung atas kerja sama dengan Timah.

“Pajak-pajak tersebut belum termasuk pajak-pajak yang kami bayar dari pelaksanaan kerjasama sewa semelter dengan PT Timah. Kemudian, royalti untuk negara dari Rp245 miliar meningkat menjadi Rp554 miliar,” terang Suparta.
 

Baca Juga: 

Thamron Menyesal Bantu Ambisi PT Timah jadi Pemasok Terbesar


Menurut dia, produksi Timah meningkat sampai 153 persen dengan kerja sama yang telah dibuat olehnya. Kesepakatan yang dibuat dipastikan mengikuti aturan yang berlaku.

“PT Timah meminta agar suplai bahan baku menggunakan CV, dimana dengan demikian diharapkan administrasi lebih tertib, baik dalam pembayaran pajak-pajak maupun pengawasan. yang mana bukan juga dengan SOP, pelaksanaan kerjasama ditetapkanan PT Timah yang sudah dilaksanakan. Setiap biji timah yang dikirim CV-CV ke PT Timah,” ujar Suparta.

Perusahaan swasta yang bekerja sama dengan Timah juga telah memberikan pendapatan kepada negara. Itu, kata Suparta, terbukti dari pajak yang dibayarkan.

“Kami mendukung, karena itulah bentuk dukungan kami kepada negara melalui PT Timah. Bahkan saat itu pertumbuhan ekonomi bangka belitung itu meningkat 7 persen, tertinggi nasional sepanjang tahun 2018-2020,” kata Suparta.

Dia mengaku bingung dengan tuduhan membuat kerugian negara Rp271 triliun dalam kasus ini. Bahkan, hitungan dari ahli pun masih belum bisa meyakinkannya.

“Sungguh suatu tuduhan yang naif dan gegabah bagaimana mungkin dalam kurun waktu 18 bulan, kami bisa merusak begitu banyak dan luas terhadap alam bangka Belitung. Saksi Saudara Bambang Hero juga menyatakan bahwa ada seluas 170 ribu hektare bukaan tambang yang berada di wilayah IUP PT Timah,” ujar Suparta.

Dalam perkara ini, Suparta dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Uang itu wajib dibayarkan dalam satu bulan atau pemenjaraannya ditambah setahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)